Kamis, 18 April 2024

Cerita Pendek Mengisi Ramadhan

Tahun sebelumnya setiap hari memposting tulisan tentang mengisi hari di bulan ramadhan dengan hal - hal dilakukan mulai dari subuh hingga kemagrib.

Cerita yang ingin dikenang selama menjalani bulan suci ramadhan, tahun ini bulan ramadhan diisi dengan cerita pendek alias cerpen yang mengisahakan kejadian kehidupan yang dialami umat manusia selama menyambut ramadhan.

tak terasa cerpen sebanyak 20 judul sudah siap untuk diterbitkan, sepanjang menulis cerpen selama bulam ramadhan 1445 H banyak hal yang menjadi renungan dari menelisik keadaan sekitar dengan banyaknya problema kehidupan sampai dengan cerita cinta tentu bertebaran dimasyarakat yang dibisa dijadikan ide cerita pendek.

Mengali ide seperti mengali informasi mencari ilmu untuk menambah manfaat dalam diri tentu untuk mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat.

hari ini pada blog pribadi cerita pendek pertama dibulan ramadhan 1445 h, akan menemani pengila litarasi semoga berkenan membaca dan menikmatinya susunan aksara bermandah.

                                                    SEPEKAN SEBELUM RAMADHAN 

Suara ketukan dipintu, mengalihkan perhatianku yang lagi berkutat di depan baskom tempat pencuci piring.

Meraih kain lap dan mengasakkannya pada tangan berair kutat dengan air, bergegas menuju pintu depan.

Tidak biasanya ada yang mengetuk pintu tanpa mengucapkan salam, menarik gagang pintu untuk membukanya.

Sosok berpakaian seragam yang terkenal dengan aparat polisi berdiri tegap dengan padangan menyedilik.

“Selamat sore Mak Ijah.” Sapa suara tegas yang membuat aku sedikit takut.

Pikiranku melayang apa yang dilakukan suamiku sampai aparat kepolisan mencari dirinya.

Ya Allah jangan sampai Bang Kasim terlibat hal yang membuat kami malu, mau diletak dimana muka kami.

Sudahlah kami miskin ada pula musibah yang menyangkut nama baik, tidak ada lagi harga diri kami.

Aku cukup bangga dengan Bang Kasim walaupun kami serba kekurangan tapi Bang Kasim selalu didaulatkan untuk menjadi imam masjid di daerah kami.

“Maaf Mak.” Aku mengangguk kaku.

“Lebai Kasim mengalami kecelakan, mak ijah ikut saya ke rumah sakit sekarang.” Ucapkan yang mengelapkan duniaku seketika.

Aku menatap lama petugas berseragam polisi di depanku.

“Ya Allah, Indra ternyata. Maaf mak ijah tak perasan.” Ucapku malu.

“Mak ganti baju dulu.” Ucapku tergesa menuju kamar.

***

Sepanjang perjalanan aku berpikir apa yang terjadi dengan Bang Kasi, seingatku tadi pagi Bang Kasim berangkat mengojek seperti biasa, tidak ada firasat apa – apan.

Merapal doa semoga keadaan Bang Kasin baik – baik saja, sudah menjadi resiko menjadi tukang ojek jika tidak menyerempet ya diserempet.

Tapi untuk menyerempet sepertinya itu bukan Bang Kasim, batinku bergumam.

Bumbung rumah sakit sudah terlihat, tiba – tiba saja jantungku berdegup kencang. Ada rasa tak nyaman, tapi aku tahan.

Banyak ruangan yang kami lewati, bukankah jika kecelakan ruang IGD yang harus kami datangi tapi ini sudah lewat ruang IGD.

Kamar rawat inappun sudah terlewat, kami masih berjalan lurus.

Indra yang mengantarku tidak berkata – kata hanya perintah ketika sampai di depan rumah sakit untuk mengikutinya saja.

Langkah Indra berhenti pada ruang yang terlihat suram, netraku menatap tulisan yang terpampang jelas di atas pintu.

Seketika duniaku runtuh, kakiku lemas, air mata yang entah kapan sudah membasahi pipiku. Isakku mulai terdengar.

“Mak yang tabah, ini semua kehendak Allah. Kita masuk dulu, kami butuh Mak untuk mengidentifikasi jenazah.” Ucap Indra.

Dengan dipapah Indra dan temannya aku melangkah masuk ke dalam ruang jenazah, terus merapal doa berharap mujizat itu bukan Bang Kasim

“Mak mau Indra yang membuka kain ini atau mak yang membukanya sendiri.” Ucap Indra setelah kami berdiri depan mayat yang terbujur kaku.

Ya Allah apa dosa hamba, belum sempat meminta maaf menjelang ramadhan yang tinggal sepekan lagi.

Banyak yang menghantui pikiranku saat ini, bagaimana nasibku dan kedua anakku yang masih membutuhkan bimbingan Bang Kasim.

Miskin harta tapi Bang Kasim menghujani kami dengan ilmu agamanya belum lagi rezeki ramadhan sebagai imam selalu membuat kami lebih bahagia menikmatinya.

Tanganku tremor berat ketika mengangkat kain yang menutup jasad di depanku.

Dentuman keras pintu membuat kami sontak mengalihkan pandangan, netraku terbelalak besar.

Ya Allah luruh sudah badanku ke lantai ruang mayat, mengucap syukur yang tak terhingga.

Langkah berlari mendekatiku, maaf jah, maaf Abang membuat sumber penghasilan kita rusak.

Abang ingin mendapatkan lebih uang untuk menyambut ramadhan, abang merentalkan motor kita tapi rupanya rezeki bukan milik kita, motor kita terbakar hangus.” Ocehan Bang Kasim tidak aku hiruakan.

Tanganku memeluk erat tangan Bang Kasim, mengucap syukur tak terhingga kepada Allah. Imamku sehat – sehat saja.

“Alhamdulillah syukur Lebai Kasim selamat, maaf Mak ijah karena mayat hangus kami mengira Lebai Kasim yang meninggal.” Ucap indra.

***

Sial tak dapat dielak, untung tidak dapat diraih yang penting Bang Kasim sehat dan selamat.

Masalah motor yang menjadi sumber penghasilan kami, terpaksa kami ikhlaskan.

“Maaf Jah, abang tak kasih dulu dengan Ijah masalah motor yang Abang rentalkan. Nak dapat lebih buah menyambut ramadhan tapi kita malah rugi Jah.” Sesal Bang Kasim setelah kami selesai dengan kantor polisi.

Bang Kasim diintrogasi masalah motornya yang hagus terbakar oleh penyewa rental yang menjadi mangsa kecelakan bertabrakan dengan truk fuso.

Memandang langit gelap, bang Kasim menghirup kopi yang menjadi teman duduk kami berbincang – bincang setelah tadi sore jantungku dibuat terkejut hebat oleh Bang Kasim.

“Belum rezeki Bang, mudah – mudah ada rezeki lain untuk kita menyambut ramadhan tahun ini.” Ucapku coba menenangkan Bang Kasim.

Sebenarnya bukan Bang Kasim yang aku tenangkan tapi lebih kepada menenangkan diriku sendiri.

***

Siding isbat tinggal dua hari lagi, pikrian sudah penuh dengan rencana untuk menyambut ramadhan tahun ini.

Uang hasil rental kami gunakan untuk mengkredit motor bagi sumber kerja Bang Kasim.

Sementara aku akan berjualan berkeliling dengan motor kredit kami, menjemput bola kata orang.

Aku tidak akan menetap berjualan seperti tahun – tahun sebelumnya, tahun ini aku akan merubah cara berjualan berkolaborasi dengan Bang Kasim jualan keliling.

Semoga rezeki kami lebih dengan berjualan keliling, batinku.

Lagi – lagi pintu rumah diketuk tanpa ada kata salam, dengan tergesa aku berjalan  menuju pintu depan tidak ingin tamu menunggu lama.

Prinsip kami selalu memuliakan tamu, gagang pintu aku buka.

Senyum Indra terkembang, disampingnya ada dua orang lagi.

Satu laki – laki dengan pakaian rapi, sedangkan yang perempuan dengan gamis mewah dengan perlengkapan tas dan sepatu yang mengundang mata memandang.

“Maaf menganggu waktu Mak Ijah, Pak Anton dan Bu Sinta ingin bertemu Lebai Kasim dan Mak Ijah.” Suara Indra mengema

“Terima kasih sudah mengantar kami ke rumah Pak Kasim, Keptain.” Ucap lelaki yang katanya bernama Anton.

“Permisi saya kembali ke kantor dulu Pak Anton.” Ucap Indra berlalu meninggalkan kami.

“Silakan masuk Pak, Bu, Saya panggilkan suami saya.” Ucapku setelah menyilakan kedua tami untuk duduk diruang tamu kami yang sederhana.

“Bang ada tamu yang ingin bertemu.” Ucapku setelah sampai di dekat Bang Kasim yang lagi sibuk mengurus ayam kami.

“Siapa?” uUcap  Bang Kasim

“Tak kenal.” Ucapku mengikuti Bang Kasim yang menuju ruang tamu.

***

“Perkenalkan Saya Anton dan ini istri saya Sinta.” Suara mengema diruang tamu kami yang kecil.

“Kedatangan kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Kasim, berkat motor orang sholeh harta kami terselamatkan.” Kening kami berkerut dengar tutur Pak Anton tak mengerti.

“Pembantu rumah kami yang berkhinat. Uang senilai 2 milyar ingin dibawa kabur. Untung motor orang baik yang direntalnya ketika terjadi tabrakan tas yang berisi uang terpelanting jauh dan terselamatkan dari hangus.

Kami mendengar cerita dari orang yang melihat kejadian, seperti ada kekuatan gaib yang membuat motor itu menghantam turk fuso yang berjalan stabil. Serta tas yang melayang seperti ada yang membuatnya jatuh menjauh dari pembantu kami yang jahat.” Lanjut Pak Anton bercerita.

“Kedatangan kami untuk mengucapkan terima kasih, serta ingin menganti motor Bapak yang terbakar.” Ucap Pak Anton sambil menyodorkan amplop coklat yang kelihatan tebal.

“Mohon diterima jangan menolak Pak Kasim, sekalian kami ingin bersedekah menyelang ramadhan. Doakan keluarga kami selalu dalam lindungannya. Doa orang sholeh akan diijabah Allah.” Ucapan Pak Anton.

“Kami izin pamit pulang.” Belum lagi hilang rasa terkejut kami Pak Anton mohon pamit.

Bingung tentu saja, ingin menolak tapi tamu sudah meninggalkan kami hanya asap modil mewah yang tertinggal.

Menutup pintu, bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi.

“Apa kita kembalikan saja amplop ini Jah?” ucap Bang Kasim

“Kemana mau dikembalikan Bang, tadi kita tidak sempat untuk bertanya alamat kepada Pak Anton.” Ucapku spontan.

“Alhamdulillah mungkin ini rezeki menjelang ramadhan.” Ucap kami serentak, kami tersenyum bersama.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...