“Perhatikan penampilanmu Ma, sudah bagai
ART saja.” sangat menusuk bahkan berdarah tapi dia santai saja. apakah tidak
ada cara yang lebih lembut atau manis untuk menegur aku yang digelarnya Istri.
Memang aku yang salah, aku pengemar
sinetron yang selalu menayangkan bagaimana penampilan istri akan menjadi momok
daripada perkahwinan. Aku pikir itu hanya terjadi di sinetron saja, ternyata
aku kini mengalaminya.
Aku memandang cermin besar yang ada di
kamarku, membalikkan badanku ke kanan dan ke kiri masih ok, tapi hanya
penampilanku yang mungkin kurang menarik. Entahlah aku pengembar daster seperti
melakukan rutinitas rumah tangga lebih leluasa dengan menggunakan daster
longgar ini. Aku tipekel orang yang memang selalu berpikiran positip selama
dirumah rasanya membuang – buang uang jika harus memakai kosmetik cukup bedak
padat dan pelembab bibir pink wardah menjadi pilihanku. Selama ini tidak pernah
terdengar protes dari suamiku tapi tadi sore sungguh aku luka sangat luka
sehingga aku merasa sudah dilecehkan oleh suamiku sendiri.
Aku dikejutkan dengan bunyi pintu kamar
yang dibuka dari luar, secepat kilat aku naik ke atas tempat tidur dan pura –
pura tidur. Setelah insiden tadi sore aku menghindari suamiku, luka dijantungku
masih mengeluarkan darah, aku marah.
Aku tidak mendengar langkah kaki masuk
ke dalam kamar, hanya bunyi pintu kamar yang tertutup kembali. Aku mengintip,
ternyata tidak ada siapa – siapa di kamar selain diriku. Aku menghembuskan
napas berat. Melihat sepintas ke jam dinding di kamarku, pukul 7 mungkin
suamiku ingin mengajakku makan malam, batinku.
***
Malam berlalu dengan aku masih membisu,
setelah suamiku tertidur pulas baru aku bangun dan membereskan meja makan.
Menata kembali dapurku biar rapi, baru aku kembali ke kamar untuk tidur. Dan
pagi ini subuh sekali aku sudah bangun, menyiapkan sarapan untuk suami dan
anakku. Sebelum pergi ke pasar aku menitipkan potongan kertas dengan isi
tulisan
“ Sarapan sudah siap, tolong antar Adi
kesekolah. Ana ke pasar.” Pesanku kepada suamiku.
Hatiku masih luka, aku tidak mau
dilecehkan lagi oleh suamiku lebih baik menghindar, biasanya aku ke pasar
setelah suami dan anakku pergi. Tapi biarlah sekali – sekali aku tidak
mengantar kepergian mereka, batinku.
Lama aku duduk diparkiran motor pasar,
“Tidak belanja bu?” tukang parkir pasar
bertanya
“Sebentar lagi Pak.” Aku menjawab hanya
untuk berbasa – basi saja
Tentu tukang parkir bingung sudah hampir
1 jam aku duduk dijok motor, biasanya aku selalu tergesa – gesa berbelanja karena
banyak pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan. Tapi hari ini aku sepertinya
tidak ada mood untuk mengerjakannya.
***
Langkahku gontai berjalan menuju dapur
setelah memasukkan motor scoopyku ke garasi. Sayur, buah ku letakkan diatas
meja dapur, sementara ikan dan ayam aku taruh di tempat cuci piring beralaskan
baskom supaya bau amisnya tidak kemana – mana.
Sudah pukul 10.30 tidak seperti biasanya
aku sudah berada dirumah pukul 08.30 dari pasar tapi hari ini aku lebih banyak
duduk di parkir pasar melamun, langkahku berat untuk pulang kerumah.
Bukannya aku memasak, semua belanjaan
yang kubawa yang tadi ku letakkan diatas meja langsung saja aku masukkan ke
lemari es tanpa memilah – milahnya seperti hari – hari kemaren. Langkah kakiku
mengantar aku ke kamar, tubuh dan hatiku yang lelah aku baringkan dikasur tanpa
mengantinya terlebih dahulu. Semua diluar kebiasaanku, selalunya aku menganti
pakian sebelum aku naik ke atas kasur tapi hari ini tidak. Entah karena
mengantuk atau apa yang pasti mataku langsung terpejam dan aku terbang kealam
bawah sadar.
Suara pekikan anakku Adi membangunkan
aku dari alam bawah sadarku, mati aku jam berapa sekarang. Secepat kilat aku
memandang jam dinding di kamarku, Masyaallah sudah jam 1 pantas saja anakku Adi
sudah pulang. Tangan mungilnya memegang keningku
“Mama sakit?” Mata buah hatiku membuatku
tersenyum pahit, mama sakit di sini dihati Mama batinku
“Sakit kepala.” Asal saja aku menjawab
pertanyaan buah hatiku
“Adi pulang sama siapa?” aku balik
bertanya kepada Adi
“Sama Papa, tapi Papa sudah ke kantor
lagi. Habis mama tidur, kata Papa tidak usah dibangunkan. Tapi Adi lapar Ma.”
Pernyataan buah hatiku membuatku terpaku, ada apa dengan diriku.
***
“Win, kamu sakit? Apa yang sakit?” Tanya Suamiku
Setelah berkemas di dapur dan menidurkan
Adi aku masuk ke kamar, aku sengaja menghindar untuk makan bersama suami dan
anakku
“Mama tidak makan?” pertanyaan Buah
Hatiku ketika aku tidak ikut makan dengan mereka.
“Mama lagi sakit gigi.” Jawabku asal,
setelah itu aku meninggalkan mereka menuju kamar.
Setengah jam kemudian suamiku masuk ke
kamar, bukannya menyapanya aku malah keluar kamar menuju ruang makan.
Tidak mungkin aku berlama – lama di dapur, mataku sudah terlalu lelah ditambah lagi dengan lelah hati dan pikiranku. Aku berjalan menuju kamar, melihat suamiku masih duduk diranjang dengan tangannya memegang laptop yang diletakkannya diatas bantal. Aku mengambil baju tidur di lemari berjalan menuju kamar mandi untuk menganti pakaian. Setelah selesai aku berganti baju aku aku langsung mengambil posisi kasur yang selalu aku tempati. Memejamkan mata dengan memunggungi suamiku, tidak ku jawab pertanyaan suamiku apakah aku sakit aku berharap aku terus masuk kedalam alam mimpi yang mungkin mengobati luka hatiku.
“Win, jangan pura – pura tidur. Bangun
ada apa?” Pertanyaan serta sentuhan tangan suamiku pada leganku membuyarkan
harapanku untuk cepat – cepat masuk ke alam mimpiku.
Dengan malas aku menjawab
“Penat Bang, mau tidur.” Lemah aku
menjawab
“Win, ada apa. Sudah 2 hari Win, pasti
lelah batinmu jika hanya dipendam sendiri.” Suara suamiku terdengar.
Aku tetap pada posisiku memunggungi
suamiku tak maksudku untuk merubah posisi, hatiku masih terasa sakit dengan
perkataanya kemaren. Aku berusaha menahan airmataku agar tidak tumpah dan
jangan sampai isakku keluar dari mulutku.
Aku terus melafazkan asma Alla semoga
diberikan kekuatan, walaupun aku tahu aku sudah berdosa karena tidak berbicara
dengan suamiku selama 2 hari ini. Hanya Allah yang tahu hatiku terluka sangat
terluka.
Sentuhan dibahu membuatku tidak tahan
lagi menahan badai airmata yang sudah mengelantung dipelupuk mataku. Akhirnya
suara isak tangisku terdengar juga. Tangan kokoh memelukku dari belakang sambil
berkata
“ Ada apa Win? apa yang sakit. Jangan
hanya diam, kita selalu berbicara dari hati ke hati jika ada masalah. Kenapa
sekarang tidak lagi, bicaralah.” Suara lembut suamiku terdengar berbisik di
teligaku.
Aku masih terisak, semua sesak dihatiku
seakan berebut untuk keluar, pelukan suamiku semakin kencang. Sekarang giliran
tangannya menghapus airmata yang mengucur deras di pipiku.
“Bicaralah Istriku, jika Abang salah
maafkanlah Abang.” Sambil berkata itu suamiku mencium keningku.
Sekarang posisi kami sudah saling
berhadapan, airmataku masih mengalis dan dengan setia suamiku mengelapnya.
“Bicaralah wahai Istriku, ada apa
gerangan?” sudah lama sekali aku tidak mendengar suamiku berkata seperti ini
“Wina tahu, wina tidak menarik lagi.
Tapi Wina tidak berharap abang mengatakan Wina bagaikan pembantu.” Ujarku
mengeluarkan unek – unek dikepala dan segala yang membatu dihatiku 2 hari ini.
“Astafirullah, Abang hanya bercanda.
Bukankan waktu Abang mengatakan itu Wina lagi nonton sineteron yang suaminya
berkata kepada istrinya yang suka pakai daster bagaikan pembantu. Itu saja,
bukan maksud Abang mengatakan Wina pembantu. Terlalu menyahati yang di tonton
sehingga berfikiran macam – macam.” Penjelasan suamiku membuatku malu.
“Apakah Abang tidak suka Wina
menggunakan daster jika Abang di rumah?” tanyaku kepada suamiku
“Abang tidak suka Wina menonton sinetron
yang tidak mendidik, curiga kepada suami berlebihan. Bukankah kita sudah
berjanji untuk saling mengingatkan jika ada kekeliruan yang dibuat oleh
pasangannya. Wina sudah lupa?” sekali lagi aku malu dengan apa yang aku
lakukan.
“Abang.” Belum selasai bicaraku
“Ada apa wahai pujaan hatiku,
permaisuriku.” Suara suamiku bagaikan airlautan yang menyejukkan hatiku
“Maafkan Wina, Bang.” Aku meraih tangan
suamiku menciumnya
Helusan lembut tangan suamiku pada
kepalaku membuatku bersyukur ternyata aku masih You’re Just My Cup Of Tea buat suamiku, tetaplah
menjadi seperti itu suamiku batinku. Pelukan hangat yang aku rasakan sekarang
membuatku yakin bahwa semua jika dibicarakan akan membuat semuanya Indah dan
terselesaikan dan tidak menimbulkan masalah.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar