Jumat, 29 Januari 2021

Curhatan Hati Seorang Guru

 

Sudah beberapa hari ini, handphoneku menjaii sasaran telephone yang tidak bernama, setelah diangkat ternyata hanya menawarkan berbagai macam jualan ataupun menawarkan asuransi. Tentu saja ini sangat menganggu, tapi apa mau di kata kemajuan teknolgi tidak hanya membuat kita menjadi mudah juga membuat kita menjadi susah, ya susahnya telephone dari orang yang tidak dikenal jika hanya menawarkan sesuatu itu tak masalah. Tapi jika ingin menberikan informasi penting tidak diterima waduh tak terbayangkan apa jadinya.

Ping, bunyi handphoneku memberitahukan bahwa ada whatsapps yang masuk, aku melihat tidak  ada namanya berarti bisa apa saja. karena di mulai dengan ucapan salam, mau tidak mau dengan malas terpaksa di baca walaupun mata ini sudah lelah melihat handphone Karena profesi guru dalam masa pandemic mengharuskan menatap layar handphone dengan radiasi tinggi membuat mata terasa cepat lelah.

“Assalamualaikum, maaf bu menganggu. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan kepada ibu.” Kalimatnya hanya demikian. Bukannya tidak mau membalas, tapi seharusnya sebagai pengirim pesan yang nomornya tidak tertera alangkah baiknya mengenalkan diri baru di lanjutkan dengan kalimat yang lainnya. Atau apakah karena kemajuan teknologi serta berkurangnya rasa hormat dengan profesi guru sehingga tidak perlu mengenalkan diri padahal si pengirim bukanlah orang kurang pendidikan.

Karena tidak juga dibalas pesanya, akhirnya si pengirim mengenal diri bukan menyebutkan nama tapi hanya mengatakan bahwa dia adalah alumni temppat saya mengajar. Kalimat selanjutnya sungguh membuat hati seorang pendidik merasa betapa tidak terhormatnya profesi guru. Seolah – oleh guru hanya bisa memvonis siswa yang bermasalah tidak boleh mengecap pendidikan.

Berbalas pesan tentunya, dengan niat masalah yang ditanyakan sebaiknya diselesaikan disekolah karena masalah yang ditanyakan juga menyangkut sekolah. tapi apa mau dikata. Si pengirim pesan, ternyata bukan dari orang yang tidak berpendidikan tapi sungguh itu semua memang yang selalu dihadapi profesi guru  selalu menjadi objek sesalan jika ada siswa yang malas belajar tapi hanya mau nilai saja.

Setelah pesan di balas dengan kalimat, silakan datang kesekolah, karena saya sebagai wali kelas juga kewalahan dengan siswa yang pindah rumah tidak memberikan alamat yang jelas ke pihak sekolah dimana tempatnya daerah yang luas dan terpelok apalagi menumpang di rumah orang tentu tidak mudah mencari rumahnya

Sebagai guru yang sudah diberikan tugas tambahan sebagai wali kelas tentunya tidak hanya mengajar tapi juga menjadi Pembina bagi siswa yang berada di dalam kelas yang diasuhnya. Setiap hari selain mengajar juga harus mengadakan pembinaan bagi siswa – siswa yang tidak patuh dengan peraturan sekolah. jika sudah diperingatkan tentu dikenakan point sehigga batas ketentuan yang tidak bisa di tolerir lagi itu idealnya tapi karena sekolah adalah institusi untuk mendidik sehingga beberapa masalah yang sudah menyangkut kebaikan siswa selalu saja jika ada siswa yang bermasalah tetap saja guru dan sekolah yang di salahkan, nasib – nasib.

Hari ini sebenarnya ada tamu dari dinas pendidikan provinsi yang berkunjung untuk memberikan sosialisasi dalam masalah AKM. Belum lama mengikuti sosialisasi yang di wajibkan untuk semua Guru dan TU, tiba – tiba saya mendapatkan panggilan dari salah satu TU yang diminta oleh wakil kesiswaan dan guru BP untuk datang keruangan BP guna klarifikasi yang menyangkut salah satu siswa yang berada dibawah pengawasan saya sebagai wali kelas.

Masuk keruangan bimbingan konseling ternyata sudah ada beberapa orang yang ternyata setelah saya duduk diberitahukan oleh wakil kepala sekolah adalah seorang ibu yang katanya sebagai ibu asuh dari siswa yang sudah 4 bulan ini tidak jelas statusnya kenapa saya mengatakan tidak jelas setiap informasi lewat grup whatsapp kelas dia selalu mengikutinya itu jelas terlihat dari info chat dimana dia membacanya. Kesekolah. Pindah rumah tanpa memberitahukan alamat pindahnya, sehingga selama 4 bulan ini sebagai wali kelas saya harus meminta bantuan dari teman – teman sekelasnya mencari informasi di mana keberadaan siswi saya ini. Sepertinya siswi saya tidak punya niat untuk sekolah, berdasarkan peraturan sekolah siswa yang sudah tidak masuk dari ketentuanya akan mengundurkan diri dengan sendirinya Karena sementara dari chatnya dengan teman yang sudah dari kelas sebelumnya merupakan teman yang dekat dengannya siswi ssaya ini tidak mau memberikan alamat lengkapnya yang sekarang dengan mudahnya mengatakan saya berhenti saja. setelah melihat chat yang dikirimnya saya meminta temanya membalas dengan kalimat jika ingin berhenti sebaiknya datang kesekolah untuk mengurus administrasi sehingga memudahkan dirinya jika ingin mengambil langkah selanjutnya jika ingin bersekolah lagi.

Kembali kepada situasi saya yang sudah berhadapan dengan orang tua asuh atau orang yang peduli dengan siswi saya tadi yang datang bersama orang dari organisasi peduli akan, maka saya menjelaskan masalah kenapa siswi saya ini sampai bermasalah dengan nilainya, tentu saja saya menceritakankanya sesuai dengan informasi yang saya ketahui. Sejak masa pandemic siswi saya ini selalu bermasalah dengan pembelajarn daring, sebagai walikelas jika ada beberapa guru sudah memberikan informasi tentang siswi saya tentu sebagai wali kelas saya harus bertindak. Setelah mencari informasi dari teman – temannya lewat whatsapp kelas maupun japri kepada teman yang selalu bersamanya saya mendapat informasi jika siswa saya ini bukan dari keluarga mampu. Akhirnya saya mengundang orang tuanya untuk datang kesekolah dengan harapan ada kesepakatan sehingga siswa saya tidak akan tertinggal masalah pembelajaran.

Hari yang sudah ditentukan, orang tua siswi yang bersangkutan datang dengan bercerita bahwa anaknya tidak mempunyai dana lebih untuk membeli pulsa bagi pembelajaran daring. Saya memberikan solusi dengan pembelajaran luring karena kebetulan sekolah kami menggunakan pembelajaran blanded yang artinya bisa daring dan luring tentu saja dengan protocol kesehatan. Tapi sekali lagi ada alasan yang membuat saya geleng – geleng kepala. Jika kesekolah anaknya tidak punya kendaraan. Ada saya alasan yang diberikan oleh orang tuanya.

“Bu tolonglah anak saya diluluskan saja.”

“Bukan sekolah tidak mau meluluskan tapi jika anak ibu yang tidak ikut belajar bagaimana bisa lulus.” Itu kata saya.

Masih banyak alasan yang diberikan orang tuanya, mengatakan anaknya dari kelas X sudah sering sakit kepala jika terlalu banyak belajar membuat saya hanya tersenyum – senyum mendengarkannya. Tapi itulah tugas sebagai walikelas harus mau mendengar semua masalah siswa dan memecahkannya bersama orang tua itu cerita diawal tahun pelajaran.

Masa pandemic tentu banyak pertimbangan yang diberikan oleh pihak sekolah tentunya dengan pertimbangan yang tidak memberatkan siswa mengingat pesan mas menteri. Akhirnya siswa saya wajib menyetor semua tugas yang sudah hampir 1,5 tidak dikerjakannya.

Setiap hari whatsapp grup yang memuat semua tugas dan aktivitas guru serta siswa dibaca tapi tidak di respon dengan baik oleh siswi saya ini. Akhirnya saya meminta orangtuanya untuk datang kembali kesekolah demi membicarakan kelancaran dari pembelajaran siswi yang bersangkutan. Seperti biasa alasan yang diberikan masih dengan masalah tidak adanya dana untuk membeli pulsa ditambah lagi masa pandemic membuat orangtuanya kehilangan pekerjaan.

Berselang pemberian penilaian tengah semester sebagai walikelas saya berkewajiban mengisi rapot yang berisi nilai – nilai yang sudah diperoleh siswa, untuk siswa – siswa yang bermasalah dengan nilai kami diminta oleh pihak sekolah untuk memanggil anak beserta orangtuanya mengingat mereka sudah di kelas terakhir tahun ini.

Siswi yang bersangkutan mendapatkan nilai yang mengharuskan saya memanggil dirinya beserta orang tuanya kesekolah. Alasan klise yang selalu dibuat orangtuanya jika ada panggilan pihak sekolah tidak pernah tepat waktu, sudah terlambat seminggu dari hari yang ditentukan baru datang setelah di whatsapp paguyuban saya memberikan statement jika siswa beserta orang tua tidak hadir membahas masalah nilai siswa yang bersangkutan kami pihak sekolah tidak bisa membantu jika di kemudian hari siswa yang bersangkutan bermasalah dengan kelulusannya, barulah orangtuanya datang kesekolah.

“Assalamualaikum bu, sehat silakan duduk.” Kalimat pembuka saya kepada orangtua siswi sayang yang bermasalah.

“Mana anak ibu?” Saya setelah melihat tidak ada anaknya

“Anak saya sakit bu, tak bisa datang.” Jawaban yang menurut saya sebagai alasan saja

“Maaf bu, sering sekali anak ibu sakit, saya dengar dari kelas X lagi. Sudah diperiksakan ke dokter?”

“sudah, kata dokter anak saya fisiknya tidak kuat.”

“Ini mengenai nilai anak ibu, guru – guru masih memberikan kesempatanya untuknya mengumpulkan tugas – tugas sebelum diberikan penilaian tengah semester. Juga ada surat perjanjian untuk tidak mengulanginya lagi. Ibu dan anak ibu harus menandatanganinya.” Lanjut saya.

“Tapi sebelum itu saya mau bertanya kepada Ibu, kalau saya lihat anak ibu kesulitan untuk pembelajaran daring, bagaimana jika anak ibu belajar luring saja. kebetulan siswa saya yang sama dengan anak ibu ada 1 orang yang ikut pembelajaran luring karena orangtuanya tidak mampu.” Saya memberikan solusi kepadanya

“Tak kendaraan untuk anak saya kesekolah bu, amengenai masalah pulsa saya hanya minta keringan supaya anak saya mengantar tugasnya agak terlambat.” Sekali lagi saya harus tersenyum mendengarkan perkataanya.

“kenapa tidak berjalan kaki saja bu, pergi bersama Musdalifah (Musdalifah adalah siswa saya yang belajar luring yang rumahnya tidak jauh darinya. Musdalifah dari SMP sudah divonis sakit paru – paru masih sanggup untuk berjalan kaki yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah).

“Masa pandemic ni saya takut anak saya keluar rumah bu.” Masih memberikan alasan

“Saya akan usahakan anak saya mengantar tugas dalam jangka waktu minggu ini.” Saya memberikan surat yang harus ditandatanganinya supaya kami tidak mendapat masalah di kemudian hari, seperti yang sudah diingatkan pihak sekolah.

Beberapa hari sudah berlalu, tapi siswi saya masih belum menunjukkan sikap yang seharusnya, pesan – pesan di whatsapp kelas untuk mengingatkan semua siswa harus mematuhi peraturan sekolah dan mengikuti pelajaran dengan baik sepertinya hanya dibacanya saja tapi tidak diendahkannya.

Akhirnya saya memberikan pesan keras, jika tidak mau mengikuti pembelajaran dengan baik jangan salahkan pihak sekolah jika nanti tidak bisa meninggalkan sekolah alias mengulang lagi belajar di kelas XII ditahun depan.

“Assalamualikum bu,” walaikumsallam

“Saya mencari Ibu Siti Nurbaya?” melihat penampilannya saya merasa dia bukan siswa saya, karena semua kelas yang saya ajar pasti kenal dengan saya.

“Mungkin Bu Siti Nurbaya di dalam majelis guru.” Kata saya sambil tersenyum

Saya melihat dia berjalan menuju ke majelis guru, sebelum sampai di majelis guru saya melihat dia bertanya lagi kepada salah seorang siswa yang belajar secara luring.

Siswa tersebut menuju kearah saya, dan orang yang mencari saya akhirnya datang lagi kepada saya.

“Bu saya di suruh mengantarkan buku tugas X.”

“Kenapa dia tidak mengantar sendiri?”

“Dia sakit bu.” Sambil menyerahkan semua buku yang dibawanya

“Saya hanya bisa menerima buku tugas saya saja.” Saya mengambil buku akuntansi, selebihnya saya minta dia untuk memberikannya sendiri kepada guru yang bersangkutan. Dalam hati saya berkata sungguh tidak bertanggungjawabnya siswi saya ini, padahal di surat perjanjian harus mengantarkan sendiri kepada guru yang bersangkutan.

Ke esokkan harinya  orangtua siswi saya datang kesekolah

“Bu, kemaren anak saya mengatar tugas anak tapi tidak diterima guru – guru,” katanya

“Anak ibu sakit?kemaren anak ibu tidak mengantar tugas tapi menyuruh orang yang mengatar tugasnya.” Kata saya

 “ Maaf bu anak saya salah.”

“Tugas yang diberikan baru hanya beberapa orang guru yang diselesaikannya, seandainya anak ibu datang ke sekolah menjelaskannya saya rasa tidak akan dipermasalahkan guru – guru.

“Tulah bu, anak saya jika mengerjakan tugas pasti kepalanya sakit. Tolonglah  bu luluskan saja anak saya. Anak saya dari kelas satu juga suka sakit tapi bisa naik kelas.” Saya tidak habis fikir dengan jalan pikir ibu ini

Mengalirlah cerita dari mulut orang tua siswi saya, selama pandemic susahnya mencari rezeki. Jangankan untuk beli pulsa untuk makan saja susah, tapi sekali lagi saya menganjurkan anaknya untuk belajar secara luring dia keberatan dengan alasan sekarang dia bersama keluarganya sudah tidak tinggal dialamat lama tapi sudah pindah menumpang dirumah saudaranya. Saya berusah memujuk ibu tersebut untuk menyuruh anaknya datang kesekolah guna proses belajar mengajarkan dengan janji besok akan datang kesekolah. Ketika saya menanyakan alamatnya, dia mengatakan hanya tahu jalannya saja di Pangka dan memberikan alamat lengkap kepada saya.

Janji hanya janji, sampai dengan mendekati ujian saya berusaha menghimbau anakknya dengan menulis pesan di whatsaap ataupun melalui temannya karena jika langsung tidak akan direspon. Melalui chat dengan temannya yang di teruskan kepada saya, ia mengatakan

“Katakan sama ibu, maksudnya saya dia mau berhenti.”

Saya meminta rina temannya untuk mengatakan kepadanya walaupun mau berhenti tetap harus kesekolah demi mengurus administrasi sehingga dapat digunakan jika ia mau melanjutkan sekolah. Tapi dari senin ke senin sampai pada hari ujian pertama penilaian akhir semester, sudah siang dia me-whastapp saya dengan mengatakan bahwa dia tidak bisa ikut ujian karena tidak ada pulsa. Saya mengatakan nanti saya tanyakan kepada panitia, setelah saya tanyakan kepada panitia saya menyuruhnya kesekolah keesokan harinya. Untuk siswa yang luring kami pihak sekolah menyediakan labor computer untuk ujian, tapi alasan yang sungguh membuat saya terkejut dia tidak bisa datang ke sekolah karena tidak ada motor.

Saya tahu, siswa saya selalu membaca pengumuman yang berada di whatapp kelas maupun whatspp grup belajar walaupun dia sudah memakai aplikasi supaya orang mengira dia tidak membacanya. Pengumuman penilaian susulan, bagi siswa yang belum mengikuti seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan sikap tanggung jawabnya tapi tetap tidak dimanfaatkannya. Itulah klarifikas saya kepada orang tua asuh dan pihak KPAI yang datang hari ini, sungguh sangat di sayangkan orangtua asuh tidak mencari informasi terlebih dahulu kepada pihak sekolah sebelum mengatakan saya pihak sekolah kenapa tidak mencari alamat anak asuhnya. Istilah yang paling tepat untuk mencari alamatnya adalah bagaikan mencari jarum didalam tumpukan jerami, seorang TU sekolah yang tinggal di Pangka saja sewaktu saya meminta tolong kepadanya mengatakan

“Pangka luas bu, susah mencarinya.” Saya juga harus memakluminya karena pangka merupakan desa belum berkembang sehingga jarak satu rumah dengan rumah yang lainya masih jauh sehingga orang – orang yang tidak di sana lebih banyak tidak mengenal satu sama lain.

Sebelum berakhirnya pertemuan dengan orangtua asuh dan pihak KPAI saya sempat bertanya tentang updute status yang hampir setiap malan ada whatsapp bisa lakukannya sementera untuk mengumpulkan tugas katanya tidak ada pulsa.

Sekali lagi jawaban yang saya terima, katanya handphonenya dipakai abangnya. Sungguh malang nasib guru, selalu salah jika ada siswa yang tidak mau belajar tapi mau menginginkan nilai saja. Bagaimana nasib bangsa jika karakter anak mudanya tidak mau bekerja keras, ini menjadi tugas kita semua untuk membentuk karakter bukan hanya tugas guru saja. Semoga saya tetap istqomh menjadi pendidik yang berjuang untuk menjadikan siswa memiliki karakter yang gigih, pekerja keras dan pantang menyerah dalam meraih sesuatu, Amin.  

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...