Sudah beberapa hari ini, handphoneku menjaii sasaran telephone yang tidak bernama, setelah diangkat ternyata hanya menawarkan berbagai macam jualan ataupun menawarkan asuransi. Tentu saja ini sangat menganggu, tapi apa mau di kata kemajuan teknolgi tidak hanya membuat kita menjadi mudah juga membuat kita menjadi susah, ya susahnya telephone dari orang yang tidak dikenal jika hanya menawarkan sesuatu itu tak masalah. Tapi jika ingin menberikan informasi penting tidak diterima waduh tak terbayangkan apa jadinya.
Ping,
bunyi handphoneku memberitahukan bahwa ada whatsapps yang masuk, aku melihat
tidak ada namanya berarti bisa apa saja.
karena di mulai dengan ucapan salam, mau tidak mau dengan malas terpaksa di
baca walaupun mata ini sudah lelah melihat handphone Karena profesi guru dalam
masa pandemic mengharuskan menatap layar handphone dengan radiasi tinggi
membuat mata terasa cepat lelah.
“Assalamualaikum,
maaf bu menganggu. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan kepada ibu.” Kalimatnya
hanya demikian. Bukannya tidak mau membalas, tapi seharusnya sebagai pengirim
pesan yang nomornya tidak tertera alangkah baiknya mengenalkan diri baru di
lanjutkan dengan kalimat yang lainnya. Atau apakah karena kemajuan teknologi
serta berkurangnya rasa hormat dengan profesi guru sehingga tidak perlu
mengenalkan diri padahal si pengirim bukanlah orang kurang pendidikan.
Karena
tidak juga dibalas pesanya, akhirnya si pengirim mengenal diri bukan
menyebutkan nama tapi hanya mengatakan bahwa dia adalah alumni temppat saya
mengajar. Kalimat selanjutnya sungguh membuat hati seorang pendidik merasa
betapa tidak terhormatnya profesi guru. Seolah – oleh guru hanya bisa memvonis
siswa yang bermasalah tidak boleh mengecap pendidikan.
Berbalas
pesan tentunya, dengan niat masalah yang ditanyakan sebaiknya diselesaikan
disekolah karena masalah yang ditanyakan juga menyangkut sekolah. tapi apa mau
dikata. Si pengirim pesan, ternyata bukan dari orang yang tidak berpendidikan
tapi sungguh itu semua memang yang selalu dihadapi profesi guru selalu menjadi objek sesalan jika ada siswa
yang malas belajar tapi hanya mau nilai saja.
Setelah
pesan di balas dengan kalimat, silakan datang kesekolah, karena saya sebagai
wali kelas juga kewalahan dengan siswa yang pindah rumah tidak memberikan alamat
yang jelas ke pihak sekolah dimana tempatnya daerah yang luas dan terpelok
apalagi menumpang di rumah orang tentu tidak mudah mencari rumahnya
Sebagai
guru yang sudah diberikan tugas tambahan sebagai wali kelas tentunya tidak
hanya mengajar tapi juga menjadi Pembina bagi siswa yang berada di dalam kelas
yang diasuhnya. Setiap hari selain mengajar juga harus mengadakan pembinaan
bagi siswa – siswa yang tidak patuh dengan peraturan sekolah. jika sudah
diperingatkan tentu dikenakan point sehigga batas ketentuan yang tidak bisa di
tolerir lagi itu idealnya tapi karena sekolah adalah institusi untuk mendidik
sehingga beberapa masalah yang sudah menyangkut kebaikan siswa selalu saja jika
ada siswa yang bermasalah tetap saja guru dan sekolah yang di salahkan, nasib –
nasib.
Hari
ini sebenarnya ada tamu dari dinas pendidikan provinsi yang berkunjung untuk
memberikan sosialisasi dalam masalah AKM. Belum lama mengikuti sosialisasi yang
di wajibkan untuk semua Guru dan TU, tiba – tiba saya mendapatkan panggilan
dari salah satu TU yang diminta oleh wakil kesiswaan dan guru BP untuk datang
keruangan BP guna klarifikasi yang menyangkut salah satu siswa yang berada
dibawah pengawasan saya sebagai wali kelas.
Masuk
keruangan bimbingan konseling ternyata sudah ada beberapa orang yang ternyata
setelah saya duduk diberitahukan oleh wakil kepala sekolah adalah seorang ibu
yang katanya sebagai ibu asuh dari siswa yang sudah 4 bulan ini tidak jelas
statusnya kenapa saya mengatakan tidak jelas setiap informasi lewat grup
whatsapp kelas dia selalu mengikutinya itu jelas terlihat dari info chat dimana
dia membacanya. Kesekolah. Pindah rumah tanpa memberitahukan alamat pindahnya,
sehingga selama 4 bulan ini sebagai wali kelas saya harus meminta bantuan dari
teman – teman sekelasnya mencari informasi di mana keberadaan siswi saya ini. Sepertinya
siswi saya tidak punya niat untuk sekolah, berdasarkan peraturan sekolah siswa
yang sudah tidak masuk dari ketentuanya akan mengundurkan diri dengan
sendirinya Karena sementara dari chatnya dengan teman yang sudah dari kelas
sebelumnya merupakan teman yang dekat dengannya siswi ssaya ini tidak mau
memberikan alamat lengkapnya yang sekarang dengan mudahnya mengatakan saya
berhenti saja. setelah melihat chat yang dikirimnya saya meminta temanya
membalas dengan kalimat jika ingin berhenti sebaiknya datang kesekolah untuk
mengurus administrasi sehingga memudahkan dirinya jika ingin mengambil langkah
selanjutnya jika ingin bersekolah lagi.
Kembali
kepada situasi saya yang sudah berhadapan dengan orang tua asuh atau orang yang
peduli dengan siswi saya tadi yang datang bersama orang dari organisasi peduli
akan, maka saya menjelaskan masalah kenapa siswi saya ini sampai bermasalah
dengan nilainya, tentu saja saya menceritakankanya sesuai dengan informasi yang
saya ketahui. Sejak masa pandemic siswi saya ini selalu bermasalah dengan
pembelajarn daring, sebagai walikelas jika ada beberapa guru sudah memberikan
informasi tentang siswi saya tentu sebagai wali kelas saya harus bertindak.
Setelah mencari informasi dari teman – temannya lewat whatsapp kelas maupun
japri kepada teman yang selalu bersamanya saya mendapat informasi jika siswa
saya ini bukan dari keluarga mampu. Akhirnya saya mengundang orang tuanya untuk
datang kesekolah dengan harapan ada kesepakatan sehingga siswa saya tidak akan
tertinggal masalah pembelajaran.
Hari
yang sudah ditentukan, orang tua siswi yang bersangkutan datang dengan
bercerita bahwa anaknya tidak mempunyai dana lebih untuk membeli pulsa bagi
pembelajaran daring. Saya memberikan solusi dengan pembelajaran luring karena
kebetulan sekolah kami menggunakan pembelajaran blanded yang artinya bisa
daring dan luring tentu saja dengan protocol kesehatan. Tapi sekali lagi ada
alasan yang membuat saya geleng – geleng kepala. Jika kesekolah anaknya tidak
punya kendaraan. Ada saya alasan yang diberikan oleh orang tuanya.
“Bu
tolonglah anak saya diluluskan saja.”
“Bukan
sekolah tidak mau meluluskan tapi jika anak ibu yang tidak ikut belajar
bagaimana bisa lulus.” Itu kata saya.
Masih
banyak alasan yang diberikan orang tuanya, mengatakan anaknya dari kelas X
sudah sering sakit kepala jika terlalu banyak belajar membuat saya hanya
tersenyum – senyum mendengarkannya. Tapi itulah tugas sebagai walikelas harus
mau mendengar semua masalah siswa dan memecahkannya bersama orang tua itu
cerita diawal tahun pelajaran.
Masa
pandemic tentu banyak pertimbangan yang diberikan oleh pihak sekolah tentunya
dengan pertimbangan yang tidak memberatkan siswa mengingat pesan mas menteri.
Akhirnya siswa saya wajib menyetor semua tugas yang sudah hampir 1,5 tidak
dikerjakannya.
Setiap
hari whatsapp grup yang memuat semua tugas dan aktivitas guru serta siswa
dibaca tapi tidak di respon dengan baik oleh siswi saya ini. Akhirnya saya
meminta orangtuanya untuk datang kembali kesekolah demi membicarakan kelancaran
dari pembelajaran siswi yang bersangkutan. Seperti biasa alasan yang diberikan
masih dengan masalah tidak adanya dana untuk membeli pulsa ditambah lagi masa
pandemic membuat orangtuanya kehilangan pekerjaan.
Berselang
pemberian penilaian tengah semester sebagai walikelas saya berkewajiban mengisi
rapot yang berisi nilai – nilai yang sudah diperoleh siswa, untuk siswa – siswa
yang bermasalah dengan nilai kami diminta oleh pihak sekolah untuk memanggil anak
beserta orangtuanya mengingat mereka sudah di kelas terakhir tahun ini.
Siswi
yang bersangkutan mendapatkan nilai yang mengharuskan saya memanggil dirinya
beserta orang tuanya kesekolah. Alasan klise yang selalu dibuat orangtuanya
jika ada panggilan pihak sekolah tidak pernah tepat waktu, sudah terlambat
seminggu dari hari yang ditentukan baru datang setelah di whatsapp paguyuban
saya memberikan statement jika siswa beserta orang tua tidak hadir membahas
masalah nilai siswa yang bersangkutan kami pihak sekolah tidak bisa membantu
jika di kemudian hari siswa yang bersangkutan bermasalah dengan kelulusannya,
barulah orangtuanya datang kesekolah.
“Assalamualaikum
bu, sehat silakan duduk.” Kalimat pembuka saya kepada orangtua siswi sayang
yang bermasalah.
“Mana
anak ibu?” Saya setelah melihat tidak ada anaknya
“Anak
saya sakit bu, tak bisa datang.” Jawaban yang menurut saya sebagai alasan saja
“Maaf
bu, sering sekali anak ibu sakit, saya dengar dari kelas X lagi. Sudah
diperiksakan ke dokter?”
“sudah,
kata dokter anak saya fisiknya tidak kuat.”
“Ini
mengenai nilai anak ibu, guru – guru masih memberikan kesempatanya untuknya
mengumpulkan tugas – tugas sebelum diberikan penilaian tengah semester. Juga
ada surat perjanjian untuk tidak mengulanginya lagi. Ibu dan anak ibu harus
menandatanganinya.” Lanjut saya.
“Tapi
sebelum itu saya mau bertanya kepada Ibu, kalau saya lihat anak ibu kesulitan
untuk pembelajaran daring, bagaimana jika anak ibu belajar luring saja.
kebetulan siswa saya yang sama dengan anak ibu ada 1 orang yang ikut
pembelajaran luring karena orangtuanya tidak mampu.” Saya memberikan solusi
kepadanya
“Tak
kendaraan untuk anak saya kesekolah bu, amengenai masalah pulsa saya hanya
minta keringan supaya anak saya mengantar tugasnya agak terlambat.” Sekali lagi
saya harus tersenyum mendengarkan perkataanya.
“kenapa
tidak berjalan kaki saja bu, pergi bersama Musdalifah (Musdalifah adalah siswa
saya yang belajar luring yang rumahnya tidak jauh darinya. Musdalifah dari SMP
sudah divonis sakit paru – paru masih sanggup untuk berjalan kaki yang jaraknya
lumayan jauh dari sekolah).
“Masa
pandemic ni saya takut anak saya keluar rumah bu.” Masih memberikan alasan
“Saya
akan usahakan anak saya mengantar tugas dalam jangka waktu minggu ini.” Saya
memberikan surat yang harus ditandatanganinya supaya kami tidak mendapat
masalah di kemudian hari, seperti yang sudah diingatkan pihak sekolah.
Beberapa
hari sudah berlalu, tapi siswi saya masih belum menunjukkan sikap yang
seharusnya, pesan – pesan di whatsapp kelas untuk mengingatkan semua siswa
harus mematuhi peraturan sekolah dan mengikuti pelajaran dengan baik sepertinya
hanya dibacanya saja tapi tidak diendahkannya.
Akhirnya
saya memberikan pesan keras, jika tidak mau mengikuti pembelajaran dengan baik
jangan salahkan pihak sekolah jika nanti tidak bisa meninggalkan sekolah alias
mengulang lagi belajar di kelas XII ditahun depan.
“Assalamualikum
bu,” walaikumsallam
“Saya
mencari Ibu Siti Nurbaya?” melihat penampilannya saya merasa dia bukan siswa
saya, karena semua kelas yang saya ajar pasti kenal dengan saya.
“Mungkin
Bu Siti Nurbaya di dalam majelis guru.” Kata saya sambil tersenyum
Saya
melihat dia berjalan menuju ke majelis guru, sebelum sampai di majelis guru
saya melihat dia bertanya lagi kepada salah seorang siswa yang belajar secara
luring.
Siswa
tersebut menuju kearah saya, dan orang yang mencari saya akhirnya datang lagi
kepada saya.
“Bu
saya di suruh mengantarkan buku tugas X.”
“Kenapa
dia tidak mengantar sendiri?”
“Dia
sakit bu.” Sambil menyerahkan semua buku yang dibawanya
“Saya
hanya bisa menerima buku tugas saya saja.” Saya mengambil buku akuntansi,
selebihnya saya minta dia untuk memberikannya sendiri kepada guru yang
bersangkutan. Dalam hati saya berkata sungguh tidak bertanggungjawabnya siswi
saya ini, padahal di surat perjanjian harus mengantarkan sendiri kepada guru
yang bersangkutan.
Ke
esokkan harinya orangtua siswi saya
datang kesekolah
“Bu,
kemaren anak saya mengatar tugas anak tapi tidak diterima guru – guru,” katanya
“Anak
ibu sakit?kemaren anak ibu tidak mengantar tugas tapi menyuruh orang yang
mengatar tugasnya.” Kata saya
“ Maaf bu anak saya salah.”
“Tugas
yang diberikan baru hanya beberapa orang guru yang diselesaikannya, seandainya
anak ibu datang ke sekolah menjelaskannya saya rasa tidak akan dipermasalahkan
guru – guru.
“Tulah
bu, anak saya jika mengerjakan tugas pasti kepalanya sakit. Tolonglah bu luluskan saja anak saya. Anak saya dari
kelas satu juga suka sakit tapi bisa naik kelas.” Saya tidak habis fikir dengan
jalan pikir ibu ini
Mengalirlah
cerita dari mulut orang tua siswi saya, selama pandemic susahnya mencari
rezeki. Jangankan untuk beli pulsa untuk makan saja susah, tapi sekali lagi
saya menganjurkan anaknya untuk belajar secara luring dia keberatan dengan
alasan sekarang dia bersama keluarganya sudah tidak tinggal dialamat lama tapi
sudah pindah menumpang dirumah saudaranya. Saya berusah memujuk ibu tersebut
untuk menyuruh anaknya datang kesekolah guna proses belajar mengajarkan dengan
janji besok akan datang kesekolah. Ketika saya menanyakan alamatnya, dia
mengatakan hanya tahu jalannya saja di Pangka dan memberikan alamat lengkap
kepada saya.
Janji
hanya janji, sampai dengan mendekati ujian saya berusaha menghimbau anakknya
dengan menulis pesan di whatsaap ataupun melalui temannya karena jika langsung
tidak akan direspon. Melalui chat dengan temannya yang di teruskan kepada saya,
ia mengatakan
“Katakan
sama ibu, maksudnya saya dia mau berhenti.”
Saya
meminta rina temannya untuk mengatakan kepadanya walaupun mau berhenti tetap
harus kesekolah demi mengurus administrasi sehingga dapat digunakan jika ia mau
melanjutkan sekolah. Tapi dari senin ke senin sampai pada hari ujian pertama
penilaian akhir semester, sudah siang dia me-whastapp saya dengan mengatakan
bahwa dia tidak bisa ikut ujian karena tidak ada pulsa. Saya mengatakan nanti
saya tanyakan kepada panitia, setelah saya tanyakan kepada panitia saya
menyuruhnya kesekolah keesokan harinya. Untuk siswa yang luring kami pihak
sekolah menyediakan labor computer untuk ujian, tapi alasan yang sungguh
membuat saya terkejut dia tidak bisa datang ke sekolah karena tidak ada motor.
Saya
tahu, siswa saya selalu membaca pengumuman yang berada di whatapp kelas maupun
whatspp grup belajar walaupun dia sudah memakai aplikasi supaya orang mengira
dia tidak membacanya. Pengumuman penilaian susulan, bagi siswa yang belum
mengikuti seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan sikap tanggung
jawabnya tapi tetap tidak dimanfaatkannya. Itulah klarifikas saya kepada orang
tua asuh dan pihak KPAI yang datang hari ini, sungguh sangat di sayangkan
orangtua asuh tidak mencari informasi terlebih dahulu kepada pihak sekolah
sebelum mengatakan saya pihak sekolah kenapa tidak mencari alamat anak asuhnya.
Istilah yang paling tepat untuk mencari alamatnya adalah bagaikan mencari jarum
didalam tumpukan jerami, seorang TU sekolah yang tinggal di Pangka saja sewaktu
saya meminta tolong kepadanya mengatakan
“Pangka
luas bu, susah mencarinya.” Saya juga harus memakluminya karena pangka
merupakan desa belum berkembang sehingga jarak satu rumah dengan rumah yang
lainya masih jauh sehingga orang – orang yang tidak di sana lebih banyak tidak
mengenal satu sama lain.
Sebelum
berakhirnya pertemuan dengan orangtua asuh dan pihak KPAI saya sempat bertanya
tentang updute status yang hampir setiap malan ada whatsapp bisa lakukannya
sementera untuk mengumpulkan tugas katanya tidak ada pulsa.
Sekali
lagi jawaban yang saya terima, katanya handphonenya dipakai abangnya. Sungguh malang
nasib guru, selalu salah jika ada siswa yang tidak mau belajar tapi mau menginginkan
nilai saja. Bagaimana nasib bangsa jika karakter anak mudanya tidak mau bekerja
keras, ini menjadi tugas kita semua untuk membentuk karakter bukan hanya tugas guru
saja. Semoga saya tetap istqomh menjadi pendidik yang berjuang untuk menjadikan
siswa memiliki karakter yang gigih, pekerja keras dan pantang menyerah dalam meraih
sesuatu, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar