Tahun sebelumnya setiap hari memposting tulisan tentang mengisi hari di bulan ramadhan dengan hal - hal dilakukan mulai dari subuh hingga kemagrib.
Cerita yang ingin dikenang selama menjalani bulan suci ramadhan, tahun ini bulan ramadhan diisi dengan cerita pendek alias cerpen yang mengisahakan kejadian kehidupan yang dialami umat manusia selama menyambut ramadhan.
tak terasa cerpen sebanyak 20 judul sudah siap untuk diterbitkan, sepanjang menulis cerpen selama bulam ramadhan 1445 H banyak hal yang menjadi renungan dari menelisik keadaan sekitar dengan banyaknya problema kehidupan sampai dengan cerita cinta tentu bertebaran dimasyarakat yang dibisa dijadikan ide cerita pendek.
Mengali ide seperti mengali informasi mencari ilmu untuk menambah manfaat dalam diri tentu untuk mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat.
hari ini pada blog pribadi cerita pendek pertama dibulan ramadhan 1445 h, akan menemani pengila litarasi semoga berkenan membaca dan menikmatinya susunan aksara bermandah.
SEPEKAN SEBELUM RAMADHAN
Suara
ketukan dipintu, mengalihkan perhatianku yang lagi berkutat di depan baskom
tempat pencuci piring.
Meraih
kain lap dan mengasakkannya pada tangan berair kutat dengan air, bergegas
menuju pintu depan.
Tidak
biasanya ada yang mengetuk pintu tanpa mengucapkan salam, menarik gagang pintu
untuk membukanya.
Sosok
berpakaian seragam yang terkenal dengan aparat polisi berdiri tegap dengan
padangan menyedilik.
“Selamat
sore Mak Ijah.” Sapa suara tegas yang membuat aku sedikit takut.
Pikiranku
melayang apa yang dilakukan suamiku sampai aparat kepolisan mencari dirinya.
Ya
Allah jangan sampai Bang Kasim terlibat hal yang membuat kami malu, mau diletak
dimana muka kami.
Sudahlah
kami miskin ada pula musibah yang menyangkut nama baik, tidak ada lagi harga
diri kami.
Aku
cukup bangga dengan Bang Kasim walaupun kami serba kekurangan tapi Bang Kasim
selalu didaulatkan untuk menjadi imam masjid di daerah kami.
“Maaf
Mak.” Aku mengangguk kaku.
“Lebai
Kasim mengalami kecelakan, mak ijah ikut saya ke rumah sakit sekarang.” Ucapkan
yang mengelapkan duniaku seketika.
Aku
menatap lama petugas berseragam polisi di depanku.
“Ya
Allah, Indra ternyata. Maaf mak ijah tak perasan.” Ucapku malu.
“Mak
ganti baju dulu.” Ucapku tergesa menuju kamar.
***
Sepanjang
perjalanan aku berpikir apa yang terjadi dengan Bang Kasi, seingatku tadi pagi
Bang Kasim berangkat mengojek seperti biasa, tidak ada firasat apa – apan.
Merapal
doa semoga keadaan Bang Kasin baik – baik saja, sudah menjadi resiko menjadi
tukang ojek jika tidak menyerempet ya diserempet.
Tapi
untuk menyerempet sepertinya itu bukan Bang Kasim, batinku bergumam.
Bumbung
rumah sakit sudah terlihat, tiba – tiba saja jantungku berdegup kencang. Ada
rasa tak nyaman, tapi aku tahan.
Banyak
ruangan yang kami lewati, bukankah jika kecelakan ruang IGD yang harus kami
datangi tapi ini sudah lewat ruang IGD.
Kamar
rawat inappun sudah terlewat, kami masih berjalan lurus.
Indra
yang mengantarku tidak berkata – kata hanya perintah ketika sampai di depan
rumah sakit untuk mengikutinya saja.
Langkah
Indra berhenti pada ruang yang terlihat suram, netraku menatap tulisan yang
terpampang jelas di atas pintu.
Seketika
duniaku runtuh, kakiku lemas, air mata yang entah kapan sudah membasahi pipiku.
Isakku mulai terdengar.
“Mak
yang tabah, ini semua kehendak Allah. Kita masuk dulu, kami butuh Mak untuk
mengidentifikasi jenazah.” Ucap Indra.
Dengan
dipapah Indra dan temannya aku melangkah masuk ke dalam ruang jenazah, terus
merapal doa berharap mujizat itu bukan Bang Kasim
“Mak
mau Indra yang membuka kain ini atau mak yang membukanya sendiri.” Ucap Indra
setelah kami berdiri depan mayat yang terbujur kaku.
Ya
Allah apa dosa hamba, belum sempat meminta maaf menjelang ramadhan yang tinggal
sepekan lagi.
Banyak
yang menghantui pikiranku saat ini, bagaimana nasibku dan kedua anakku yang
masih membutuhkan bimbingan Bang Kasim.
Miskin
harta tapi Bang Kasim menghujani kami dengan ilmu agamanya belum lagi rezeki
ramadhan sebagai imam selalu membuat kami lebih bahagia menikmatinya.
Tanganku
tremor berat ketika mengangkat kain yang menutup jasad di depanku.
Dentuman
keras pintu membuat kami sontak mengalihkan pandangan, netraku terbelalak
besar.
Ya
Allah luruh sudah badanku ke lantai ruang mayat, mengucap syukur yang tak
terhingga.
Langkah
berlari mendekatiku, maaf jah, maaf Abang membuat sumber penghasilan kita
rusak.
Abang
ingin mendapatkan lebih uang untuk menyambut ramadhan, abang merentalkan motor
kita tapi rupanya rezeki bukan milik kita, motor kita terbakar hangus.” Ocehan
Bang Kasim tidak aku hiruakan.
Tanganku
memeluk erat tangan Bang Kasim, mengucap syukur tak terhingga kepada Allah.
Imamku sehat – sehat saja.
“Alhamdulillah
syukur Lebai Kasim selamat, maaf Mak ijah karena mayat hangus kami mengira
Lebai Kasim yang meninggal.” Ucap indra.
***
Sial
tak dapat dielak, untung tidak dapat diraih yang penting Bang Kasim sehat dan
selamat.
Masalah
motor yang menjadi sumber penghasilan kami, terpaksa kami ikhlaskan.
“Maaf
Jah, abang tak kasih dulu dengan Ijah masalah motor yang Abang rentalkan. Nak
dapat lebih buah menyambut ramadhan tapi kita malah rugi Jah.” Sesal Bang Kasim
setelah kami selesai dengan kantor polisi.
Bang
Kasim diintrogasi masalah motornya yang hagus terbakar oleh penyewa rental yang
menjadi mangsa kecelakan bertabrakan dengan truk fuso.
Memandang
langit gelap, bang Kasim menghirup kopi yang menjadi teman duduk kami
berbincang – bincang setelah tadi sore jantungku dibuat terkejut hebat oleh
Bang Kasim.
“Belum
rezeki Bang, mudah – mudah ada rezeki lain untuk kita menyambut ramadhan tahun
ini.” Ucapku coba menenangkan Bang Kasim.
Sebenarnya
bukan Bang Kasim yang aku tenangkan tapi lebih kepada menenangkan diriku
sendiri.
***
Siding
isbat tinggal dua hari lagi, pikrian sudah penuh dengan rencana untuk menyambut
ramadhan tahun ini.
Uang
hasil rental kami gunakan untuk mengkredit motor bagi sumber kerja Bang Kasim.
Sementara
aku akan berjualan berkeliling dengan motor kredit kami, menjemput bola kata
orang.
Aku
tidak akan menetap berjualan seperti tahun – tahun sebelumnya, tahun ini aku
akan merubah cara berjualan berkolaborasi dengan Bang Kasim jualan keliling.
Semoga
rezeki kami lebih dengan berjualan keliling, batinku.
Lagi
– lagi pintu rumah diketuk tanpa ada kata salam, dengan tergesa aku
berjalan menuju pintu depan tidak ingin
tamu menunggu lama.
Prinsip
kami selalu memuliakan tamu, gagang pintu aku buka.
Senyum
Indra terkembang, disampingnya ada dua orang lagi.
Satu
laki – laki dengan pakaian rapi, sedangkan yang perempuan dengan gamis mewah
dengan perlengkapan tas dan sepatu yang mengundang mata memandang.
“Maaf
menganggu waktu Mak Ijah, Pak Anton dan Bu Sinta ingin bertemu Lebai Kasim dan
Mak Ijah.” Suara Indra mengema
“Terima
kasih sudah mengantar kami ke rumah Pak Kasim, Keptain.” Ucap lelaki yang
katanya bernama Anton.
“Permisi
saya kembali ke kantor dulu Pak Anton.” Ucap Indra berlalu meninggalkan kami.
“Silakan
masuk Pak, Bu, Saya panggilkan suami saya.” Ucapku setelah menyilakan kedua
tami untuk duduk diruang tamu kami yang sederhana.
“Bang
ada tamu yang ingin bertemu.” Ucapku setelah sampai di dekat Bang Kasim yang
lagi sibuk mengurus ayam kami.
“Siapa?”
uUcap Bang Kasim
“Tak
kenal.” Ucapku mengikuti Bang Kasim yang menuju ruang tamu.
***
“Perkenalkan
Saya Anton dan ini istri saya Sinta.” Suara mengema diruang tamu kami yang
kecil.
“Kedatangan
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Kasim, berkat motor orang sholeh
harta kami terselamatkan.” Kening kami berkerut dengar tutur Pak Anton tak
mengerti.
“Pembantu
rumah kami yang berkhinat. Uang senilai 2 milyar ingin dibawa kabur. Untung
motor orang baik yang direntalnya ketika terjadi tabrakan tas yang berisi uang
terpelanting jauh dan terselamatkan dari hangus.
Kami
mendengar cerita dari orang yang melihat kejadian, seperti ada kekuatan gaib
yang membuat motor itu menghantam turk fuso yang berjalan stabil. Serta tas
yang melayang seperti ada yang membuatnya jatuh menjauh dari pembantu kami yang
jahat.” Lanjut Pak Anton bercerita.
“Kedatangan
kami untuk mengucapkan terima kasih, serta ingin menganti motor Bapak yang terbakar.”
Ucap Pak Anton sambil menyodorkan amplop coklat yang kelihatan tebal.
“Mohon
diterima jangan menolak Pak Kasim, sekalian kami ingin bersedekah menyelang
ramadhan. Doakan keluarga kami selalu dalam lindungannya. Doa orang sholeh akan
diijabah Allah.” Ucapan Pak Anton.
“Kami
izin pamit pulang.” Belum lagi hilang rasa terkejut kami Pak Anton mohon pamit.
Bingung
tentu saja, ingin menolak tapi tamu sudah meninggalkan kami hanya asap modil
mewah yang tertinggal.
Menutup
pintu, bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi.
“Apa
kita kembalikan saja amplop ini Jah?” ucap Bang Kasim
“Kemana
mau dikembalikan Bang, tadi kita tidak sempat untuk bertanya alamat kepada Pak
Anton.” Ucapku spontan.
“Alhamdulillah
mungkin ini rezeki menjelang ramadhan.” Ucap kami serentak, kami tersenyum
bersama.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar