Minggu, 28 April 2024

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

 

Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang tamu kami.

“Pak Ucu ingin menengok Mak Intan.” Ucap Pak Ucu berdiri dan melangkah menuju kamar Abah Mak.

Aku mengekori Pak Ucu macam anak ayam dan berhenti disamping Pak Ucu yang sudah berselimpuh di kasur kamar Mak.

Rumah kami tidak mempunyai dipan, hanya kasur yang digelar dilantai beralaskan tikar nipah.

“Kak,, Udin datang.” Suara Pak Ucu terdengar

Mak membuka matanya, menitiskan air mata melihat adiknya yang sudah 10 tahun menghilang.

“Din, akhirnya kau pulang. Kakak takut tak sempat berjumpa dengan dirimu Din.” Ucap Mak lemah.

“Jangan merepek yang tak jelas Kak, insyaallah kakak sehat.” Ucap Pak Ucu.

“Intan, bantuk mak ganti pakaian kita ke rumah sakit.” Perintah Pak Ucu

Aku tidak menunggu instruksi ke dua langsung menganti pakaian Mak, setelah Pak Ucu meninggalkan kamar Mak.

Mak yang sakit hanya pasrah menurut kepadaku untuk berganti pakaian.

***

Aku menatap Mak yang terlelap tidur setelah memakan obat dari rumah sakit.

Senyum mengembang, hanya sakit terlalu banyak pikiran kata – kata dokter yang memeriksa Mak tadi.

Aku teringat sepekan lalu memberikan surat yang menyatakan aku lulus di salah satu perguruan tinggi negeri jalur prestasi.

Masuk kuliah gratis tapi tidak semuanya gratis, sejak itu kondisi Mak drop sementara Abah sudah sepekan pula tidak berkirim kabar apalagi mengirim uang.

“Pak Ucu sudah mengirim sedikit uang untuk keperluan rumah dan biaya kuliah Intan. pergunaankan dengan bijak. Kalau ada apa – apa telepon Pak Ucu. Masalah kuliah Pak Ucu yang tanggung, insyallah Pak Ucu sanggup.” Tergiang ucapan Pak Ucu sebelum meninggalkan rumah untuk siap berlayar menuju dubai tempat selama ini Pak Ucu mengais rezeki.

Lima puluh juta serta satu motor matic yang ditinggalkan Pak Ucu membuatku merasa Allah terlalu baik kepada kami.

Siapa sangka apa yang Abah tuai selama menyekolahkan Pak Ucu terbayar sekarang.

Suara lembut serta getaran dari HP – ku melepas lamunanku.

Melihat layar HP, nomor Abah terlihat disana dengan cepat aku mengeser tombol hijau.

“Assalamualikum Abah.” Ucapku antusias.

“Walaikusalam Intan, maaf Abah baru bisa menelepon sekarang. HP Abah rusak baru siap diperbaiki. Kabar Intan dengan Mak baik – baik sajakan? Abah sudah mengirim uang 3 hari yang lalu, sudah Intan cel.” Aku tidak mendengarkan lanjutan kalimat Abah.

Mak sakit sehingga Aku lupa, Abah tidak pernah telat mengirim uang. Aku menepuk dahiku tanda kesal dengan diriku terlalu panic dengan Mak sakit.

Untung saja Pak Ucu datang sehingga aku bisa membawa Mak berobat ke rumah sakit.

“Intan dengar Abah tidak.” Lamunanku terpotong dengan suara Abah yang meninggi di seberang sana.

“Maaf Bah, Mak sakit tapi sudah dibawa ke rumah sakit dan sekarang sudah membaik. Pak Ucu datang Bah.” Ceritaku kepada Abah.

“Alhamudillah, mana Abah nak bercakap dengan Pak Ucu kau.” Ucap Abah dari seberang sana.

“Pak Ucu baru berangkat pagi tadi ke Dubai, Bah. Insyaallah kata Pak Ucu setahun lagi Pak Ucu habis kontrak kerjanya dan menetap di kam.”

“Alhamdulillah, Pak Ucu sehat.” Belum habis ceritaku sudah dipotong Abah.

Suara Abah terdengar bergetar, adiknya yang disangka hilang sudah kembali, apalagi kalau aku sampai bercerita tentang uang dan motor matic pemberian Pak Ucu entah seperti apa reaksi Abah.

“Kontrak Abahpun tinggal sebelum lagi, insyaallah perpisahan sekolah Intan Abah bisa hadir bersama Mak.” Ucapan Abah membuat hatiku berbunga – bunga.

Kekuatan doa sekarang aku rasakan, dalam segala kekurangan akhirnya ada titik terang. Kampus aku datang mengapai cita, aku berteriak dalam hati.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Pantun Sendiri

 Lama tak mengasah ilmu pantu, semoga berkenan untuk membacanya I. Dilarang keluar waktu magrib Saat magrib tidak boleh berdendang Dud...