Minggu, 14 Juni 2020

Panggil Aku Ibu Guru


Aku berjalan melewati lorong kelas, di tanganku kudekap di dada buku batas kelas, buku nilai dan perlengkapan lain untuk masuk mengajar. Selamat pagi kakak, sepanjang lorong kelas setiap siswa yang berpas – pasan denganku pasti mengucapkan salam dengan memanggilku kakak.

Untuk beberapa waktu panggilan itu tidak aku permasalahkan, tapi akhir – akhir ini agak menggangguku.
Aku tidak bisa menyalahkan mereka memanggilku kakak, kebetulan kelas XI IPS 2 ada adikku yang bungsu di sana. Dari adikkulah, mereka mendapat panggilan kakak untukku.
Aku sudah memperingatkan adikku untuk tidak memanggilku kakak di dalam lingkungan sekolah, Dasar adikku latah. Sekali – sekali dia akan memanggilku kakak. Siswa – siswa yang satu angkatan dengan adiku rata – rata memanggilku kakak. Begitu juga dengan angkatan dibawah nya.
Sudah hampir enam tahun aku mengabdi menjadi guru, tapi entah karena apa masih saja mereka memanggilku kakak.
Entahlah kebelakangan ini aku agak risih di panggil kakak, mungkin karena gosip – gosip itu.
“ Masa bu Nia  di panggil kakak sama anak - anak.” Kata bu Linda kepadaku.
“ Saya sudah melarang mereka memanggil kakak, bu Linda.” Aku menjelaskan kepada bu Linda.
Belum lama ini, juga secara tidak sengaja aku mendengarkan perbualan bu Nenci dan bu Ria, yang mengeluhkan anak – anak memanggil aku kakak.
“ Kita ini pendidik di sekolah bukan di tempat les yang bisa di panggil kakak.” Bu Nenci berkata kepada bu Ria.
“ Iya, saya juga heran sama bu Nia masak mau dipanggil kakak.” Lanjut bu Ria.
Aku tidak jadi melanjutkan perjalanku ke arah yang sama dengan bu Nenci dan Bu Ria padahal aku satu jalan menuju kelas yang akan aku ajar. Aku langsung memutar arah dan berpapasan dengan pak Iwan.
“ Tidak jadi masuk kelas, Bu Nia?”
“ Jadi pak tapi ada panggilan alam.” Jawabku
Kami di sekolah sudah mengerti jika mengatakan panggilan alam berarti kami sangat butuh untuk kekamar mandi. Aku membiarkan bu Nenci dan bu Ria masuk ke kelas mereka masing – masing baru aku berjalan memasuki kelas yang paling ujung dari kelas bu Nenci dan bu Ria untuk mengajar. Aku tidak mau mereka tahu, kalau aku mendengar percakapan mereka tentang aku.
Aku sadar, selama ini aku tidak terlalu keras melarang mereka untuk tidak memanggil aku kakak. Aku hanya melarang mereka memanggil kakak di dalam kelas tapi yang namanya anak – anak masih saja ada yang memanggil aku kakak di dalam kelas.
Akhirnya aku kena batunya, tidak selamanya yang kita anggap baik akan baik pula di terima oleh orang – orang di sekiling kita.
Hari ini aku dipanggil bu Masnah, bu guru senior sekaligus penilai angka kredit ku.
“ Nia, ibu mau bicara sama kamu.” Bu Masnah guru senior di sekolahku memanggil aku.
Aku agak berdebar juga karena jarang sekali bu Masnah mau berbicara jika tidak penting, beliau terkenal dengan pendiamnya. Tapi banyak sekali pelajaran yang dapat di ambil darinya. Dari hari permata aku mengajar di sini aku sangat respek dengan beliau ini.
Untuk urusan disiplim beliau bisa menjadi tauladan, setiap hari datang 20 menit sebelum lonceng berbunyi, perangkat pembelajaran tidak pernah telat mengumpulkan. Setiap  ada kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan beliau pasti mendukung.
Aku masih ingat setiap acara perpisahan, biasanya guru – guru senior tidak mau menjadi panitia dengan alasan yang mudah saja, zaman kita sudah lewat. Kita jadi penonton saja, selalu itu alasan yang diberikan oleh guru – guru senior itu tapi tidak dengan bu Masnah. Ibu  Masnah selalu datang melihat kami gladi bersih untuk acara perpisahan, beliau tidak pernah menolak jika dijadikan panitia. Baik paniata ujian  tengah semester (UTS), ujian akhir sekolah (UAS) maupun ujian kenaikan kelas (UKK). Jabatan yang diberikan juga bukan jabatan sebagai coordinator ataupun ketua panita, tapi itu tidak menjadi masalah buat bu Masnah. Beliau berkata  jabatan apapun akan memberikan pengalaman baru yang bisa mengajarkan kita sesuatu. Sewaktu  aku dan beliau menjadi panitia pengepakan soal – soal ujian akhir sekolah.
Seharusnya dengan kesenioran dan ditunjuk sebagai tim penilai angka kredit di sekolahku beliau tidak perlu lagi menjadi panitia kecil dalam ujian sekolahku.
Hari ini aku dipanggil beliau pasti aku melakukan kesalahan.
“ Ada apa bu?”
Kita bicara di ruang BK saja ya .”
Aku mengikuti langkah bu Masnah ke ruang BK yang masih satu ruangan dengan majelis guru. Hanya di ruang BK ini agak lebih tertutup, jadi pembicaraan tidak akan di dengar oleh orang lain atau teman – teman guru yang lain.
“ Nia, bisa ibu menasehati kamu.” Bu masnah memandang wajahku dengan wajah keibuanya membuat aku merasa tidak di hakimi.
Sewaktu mengikuti beliau ke ruang BK, aku sudah bertanya – tanya apakah aku melakukan kesalahan. Tidak biasanya ibu Masnah memanggil aku.
Bu Masnah bukan saja guru senior di sekolahku, beliau juga merupakan Penilai Kinerja Guru (PKG) aku merupakan salah satu guru yang di nilainya.
“ Apa ya bu, silalakan Nia siap mendengarkan?”
“ Jika Nia berbuat salah silakan ditegur, bu.” Aku berkata kepada bu Masnah
Lama aku melihat bu Masnah menimbang – nimbang perkataan apa yang mau dibicarakan kepada ku.
“ Nia, bu mendengar ada beberapa guru yang keberatan siswa – siswa memanggil kakak untuk Nia.”
“ Nia jangan tersinggung, ibu juga pernah mengalaminya.”
“ Begitulah siswa – siswa, kita tidak bisa mempersalahkan mereka.”
“ Mungkin dengan memanggil Nia kakak mereka merasa lebih nyaman dan mudah meresapi pelajaran yang kita berikan.”
“ Tidak ada larangan untuk itu sebenarnya, tapi etika yang mewajibkan kita untuk di panggil Bapak dan Ibu guru di Sekolah.”
“ Nia sudah lumayan lama mengajar, cobalah untuk mengajak siswa – siswa memanggil ibu guru kepada Nia. “
“ Bu Nia sudah lumayan lama mengajar, cobalah untuk mengajak siswa – siswa memanggil ibu guru kepada Nia. “
Panjang lebar bu Masnah menasehatiku, tapi aku merasa nyaman dengan nasehatnya.
Sebenarnya aku juga sudah risih dengan panggilan kakak oleh siswa – siswa yang aku ajar. Tapi mereka susah dikasih tahu ada – ada saja alasan yang mereka berikan.
“ Kak Nia, lebih enak kedegarannya dari memanggil bu Nia.” Kata si Zulkifli siswa yang selalu mendapat nilai tinggi di setiap ulangan Ekonomi denganku.
“ Kak Nia saja, kayaknya lebih akrab. Panggil ibu kayaknya seram gitu.” Si Ita memberikan pendapat.
Zulkifli dan Ita merupakan siswa – siswi yang selalu berlomba mendapatkan nilai terbaik untuk mata pelajaran yang kuajar.
“ Iya kak Nia, Agus lebih suka memanggil kak Nia dari pada bu Nia.” Kata Agus siswaku yang lainnya.
Mereka mempunyai pendapat yang berbeda – beda tentang pendapat memanggil aku kakak dari pada ibu. Dari sekian siswa yang ku ajar Cuma beberapa orang saja yang mengatakan panggil Kakak atau Ibu tidak ada perbedaan.
Aku juga sudah merasa risih jika mereka memanggil aku kakak, beberapa tahun silam mungkin aku masih santai dipanggil kakak tapi untuk sekarang ini aku lebih nyaman dipanggil ibu guru.
Aku tidak mau mencari alasan mengapa mereka harus memanggil aku ibu guru, karena memang sudah sepantasnya mereka memanggil aku ibu guru karena aku adalah guru mereka di sekolah.
“ Terima kasih atas nasehatnya bu, Nia akan menyakinkan mereka untuk memanggil Nia ibu guru.” Aku memeluk bu Masnah sebelum kami keluar dari ruang BK.
Aku merasa lega, sambil bergurau kami berjalan menuju meja masing – masing.
***
Lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi, dengan langkah tegap aku berjalan menuju kelas yang akan aku ajar, dari kejauhan aku sudah mendengar suara mereka selalu seperti itu, sebelum gurunya masuk kelas tidak akan pernah tenang.
“ Assalamualaikum.’ Aku menyapa mereka sambil langkah masuk ke dalam kelas.
Melihat sekeliling kelas dan memperhatikan kebersihan kelas, masih ada sampah di sana sini.
“ Siapa yang piket hari ini, tolong sampahnya dipungut dan dibuang ke tong sampah.” Perintahku.
“ Nia, Intan, Dwi, Rena dan Krisna yang piket kak.” Serentak mereka bersuara menyebut nama yang piket.
“ siapa yang memanggil kakak?” dengan nada suara tinggi.
Tidak ada yang berani menjawab,
“ Sudah berkali – kali saya ingatkan jaga kebersihan kelas, sekolah kita mau menuju sekolah adiwiyata.”
“ Kalau tidak kita yang menjaga kebersihan lingkungan sekolah kita siapa lagi.” Suaraku masih dengan nada tinggi.
“ Kalian semua seperti kata pepatah lama, di kasih hati mau jantung. “
“ Ibu!.” Aku sengaja menekankan kata ibu kepada mereka
“ Ibu sudah mengingatkan berkali – kali di dalam kelas panggil saya Ibu.”
“ Mulai hari ini tidak ada yang memanggil saya kakak, baik di luar kelas, ingat itu .”
Aku tidak pernah meninggikan suara kepada mereka, jika aku meninggikan suara berarti aku sudah sangat marah, dan mereka tahu itu.
“ Ingat panggil saya Ibu Nia, mengerti.” Aku mengulang lagi perintah untuk memanggilku ibu guru.
“ Dwi apa materi terakhir kita pada hari selasa kemaren?”
“ Bidang – bidang akuntansi bu.” Jawab Dwi dengan takut – takut.
“ Bagus, Krisna apa yang dimaksud dengan bidang akuntansi pemasaran?” aku bertanya kepada Krisna.
Aku senjaga memberikan pertanyaan kepada siswa – siswa yang selalu memanggil aku kakak, aku ingin melihat apakah mereka paham dengan perintah yang aku berikan sambil melatih mereka untuk memanggil aku Ibu.
Bel tanda jam pelajaranku sudah selesai, sambil mengucapkan salam aku berlalu dari depan kelas. Keluar dari kelas aku merasa lega, mereka sudah mulai memanggil aku Ibu.
Walaupun aku tahu pasti ada bisik – bisik di luar sana baik dari guru serta siswa – siswaku yang akan mengomentari keputusanku, seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak begitu juga dengan kehidupan semua pasti ada yang suka dan tidak suka dengan keputusanku.
Yang suka pasti akan memuji, yang tidak suka pasti akan mencari celah untuk mencercaku tapi biarlah yang penting mereka telah memanggil aku dengan Ibu guru.
Mudah – mudahan mulai hari ini, mereka akan memanggil aku Ibu Nia dari pada kakak Nia. Ya panggil aku Ibu Guru.(AZ)
 


6 komentar:

  1. Keren sekali ibu...🤗🥰

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Ilmu dari kelas menulis, terus menulis sambil memperbaiki tulisan biar renyah bu.

      Hapus
  3. Alhamdulillah, dikelilingi teman-teman di kelas menulis jadi auranya pengen nulis diwaktu senggang. Terima kasih, salam literasi dari Karimun Kepri

    BalasHapus

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...