Minggu, 28 Juni 2020

Derita Ku (part 1)


Gerimis mengiringi jalanku pagi ini, keluar dari pintu rumah tadi aku sudah bertekat untuk tidak lagi kembali. Tidak ada yang menungguku di sana, anak aku tidak punya anak. Suami, suamiku sudah menjadi milik perempuan lain. Aku hanya isteri di atas kertas seperti cerita – cerita dalam sinentron Indonesia yang lagi putar tayang di TV swasta.

Berjalan dalam hujan, aku yang biasanya paling takut kerena gerimis karena gerimis dengan cepat membuatku sakit kepala. Tapi gerimis pagi ini tidak memberikan efek kepada diriku. Malah yang sangat sakit sekarang ini adalah hatiku, ya hatiku bagai tercabik – cabik dengan perkataan bang Rasyid aku menikahimu hanya karena kau punya pendapatan yang dapat menunjang pendapatanku dalam mengelola rumah tangga tidak lebih. “
Apalagi kau tidak bisa memberikan aku keturunan, dulu ibuku sangat menyukai dan menyayangi mu, aku tidak mau mengecewakan ibuku. Maka berbakti dengan cara menikahimu. Sekarang ibu sudah tiada, aku tidak meminta izin kepadamu untuk menikah. Begitu juga sekarang aku tidak meminta izin kepadamu untuk membawa Lia istriku selain dirimu untuk tinggal di rumah ini.”
Perkataan bang Rasyid masih terngiang – ngiang di teligaku, malam tadi bang Rasyid membawa maduku Lia untuk tinggal bersama dengan kami.
“ Assalamualaikum.” Aku mendengar suara salam dari pintu depan. Aku yang lagi duduk di ruang tengah sambil menunggu bang Rasyid pulang kerja, TV di depanku lagi menayangkan film kartun Upin Ipin yang menjadi tontonan favoritku. Upin – ipin sudah habis tayang, jam sudah menunjukkan pukul 19.00 wib. Tak seperti biasanya jam segini biasanya Bang Rasyid sudah berada di rumah.
Sambil berjalan menuju pintu depan aku menjawab salam “ Walaikumsallam.”
Aku memegang gagang pintu dan memutarnya supaya pintu depan terbuka.
“ Agak malam pulangnya Bang?”
Bang Rasyid tidak menjawab pertanyaanku
“ Masuk Lia, ini rumahmu juga.” aku mendengar suara Bang Rasyid berbicara kepada seseorang. Sambil melihat ke belakang Bang Rasyid aku melihat seorang perempuan dalam perkiraanku umurnya baru sekitar 28 atau 29 tahun. Perempuan ini hamil kataku dalam hati, karena baju yang dikenakannya memperlihatkan tonjolan di bagian perutnya.
“ Buatkan susu hangat.” Bang Rasyid memandang dan menyuruhku membuatkan susu hangat untuk tamu yang aku perkirakan bernama Lia mendengar Bang Rasyid waktu menyuruh tamu itu masuk ke rumah.
Aku berjalan menuju dapur untuk membuatkan susu hangat seperti permintaan Bang Rasyid. Aku juga membuatkan Kopi susu kesukaan Bang Rasyid. Aku mengangkat nampan yang berisi minuman menuju ruang tamu.
Bang Rasyid dan tamunya duduk bersebelahan di kursi tamu, aku melihat tangan Bang Rasyid memegang perut perempuan yang bernama Lia itu, hatiku bagaikan terisi pisau dan tercabik – cabik tapi aku berusaha tenang. Siapa tahu Lia ini saudara Bang Rasyid, aku mengenal betul suamiku.
Bang Rasyid terkenal dengan baik hati dan suka menolong jika ada saudaranya yang terkena musibah. Walau kadang – kadang Bang Rasyid sudah kehabisan uang pribadinya Bang Rasyid tidak sungkan untuk meminjam uang hanya untuk membantu saudaranya yang terkena musibah.
Kadang – kadang aku jengkel tapi karena sudah terbiasa aku harus menerima karena Bang Rasyid adalah suamiku.
Aku berjalan mendekati mereka, menurunkan sedikit nampan yang ku bawa supaya mudah meletakkan susu dan kopi di atas meja di depan Bang Rasyid dan tamunya Lia
Bang Rasyid melihatku, tapi tangannya tidak beralih dari perut Lia yang dibelainya.
“ Aisyah ini Lia. Madumu.” Aku mendengar suara Bang Rasyid yang membuat aku kaku tidak bisa berbuat apa – apa.
Aku tidak bisa duduk, hanya berdiri memandang Bang Rasyid dan tamunya Lia. Melihat aku hanya berdiri saja baru Bang Rasyid melepaskan tangannya dari perut Lia dan berdiri meraih tanganku dan membimbing aku untuk duduk di salah satu kursi di ruang tamu kami. (AZ)(bersambung)




2 komentar:

  1. Aduhh ..cerpennya sedih sepertinya ...bagus bu ..nggak sabar edisi lnjutannya ..tapi bikin happy endingnya ..

    BalasHapus

Postingan Terbaru

Pantun Sendiri

 Lama tak mengasah ilmu pantu, semoga berkenan untuk membacanya I. Dilarang keluar waktu magrib Saat magrib tidak boleh berdendang Dud...