Terusik
dengan informasi dari WA (WhatsApp) di grup sekolahku, seperti waktu -
waktu sebelumnya sebenarnya informasi ini bukanlah berita baru.
Informasi itu sudah biasa, menurutku. Tapi sejak perpindahan pengelolaan
jenjang SMA-SMK ke Provinsi sepertinya informasi ini sedikit menciut
hati.
Betapa
tidak sepertinya nasib kami, kaum guru sering sekali terasa menjadi
bulan-bulanan orang-orang (pejabat) tertentu. Masih ingat bagaimana
nasib beberapa orang guru yang ingin mendisplikan siswanya malah
mendapatkan nasib menghadapi meja hijau karena dianggap melanggar HAM
siswa, kata orang tuanya. Ingat, kan seorang guru di salah satu SMK yang
dikeroyok orang tua dan anaknya? Belum lagi berita tentang guru
dianggap Pegawai Negeri Sipil dengan jam mengajarnya yang cukup banyak
sehingga untuk mendapatkan tunjangan harus mempersiapkan beberapa hal
sesuai dengan jumlah jam mengajarnya itu.
Nasib
guru semakin malang melintang, jika sudah menyangkut tunjangan
tambahan. Ada saja berita yang kadang - kadang membuat guru itu sendiri
terpaksa harus memenuhinya. Seolah tak ada lagi jasa guru yang bisa
dikenang, seperti slogan - slogan jika mau menyambut hari guru. Sangat
miris guru yang katanya bisa menciptakan manusia hebat tapi malah seolah
tidak mendapat perhatian. Padahal jasa guru tidak ada yang meragukan.
Ya
presiden, misalnya, bisa ada karena guru. Menteri ada juga karena guru.
Guru memang bisa dianggap tidak hebat, tapi semua orang hebat adalah
karena guru. Tapi kayaknya guru tidak bisa merubah nasib guru itu
sendiri, jika setiap satu semester tepatnya 6 (enam bulan) dipertanyakan
legalitas Ijasahnya.
Bagaimana
tidak, hanya untuk mendapatkan tunjangan tambahan setiap 6 (enam bulan)
sekali guru harus mengumpulkan ijazah / Akta IV yang dilegis tempat ia
bersekolah, dulu. Sertifikat profesi yang nota bene sudah disahkan oleh
lembaga yang mengeluarkannya sehingga sah mendapat tunjangan tambahan,
ternyata juga masih dipertanyakan. Seakan- akan ijazah / Akta IV ,
sertifikat profesinya akan berubah selama 6 (enam) bulan sekali. Belum
lagi SK yang menandakan guru sudah lama mengabdi yang harus
dikumpulkannya. Seakan-akan jika tidak dikumpulkan kami guru tidaklah
dapat disebut guru yang berhak mendapatkan tunjangan.
Nasib
kami guru selalu menjadi bahan olok-olok bukan hanya oleh instansi
diluar kependidikan, kawan - kawan guru yang dulu sama menjadi pendidik
tapi akhirnya banting stir ke struktural seakan tidak pernah merasakan
bagaimana mengumpulkan berkas hanya untuk kebutuhan tambahan tunjangan.
Kami
mungkin tidak akan gusar, jika yang diminta absen, jumlah jam mengajar
serta surat keterangan lain yang membuktikan kami mengajar, karena
memang bukti - bukti tadi sifatnya akan berupa sejalan dengan tahun
pelajaran sekolah yang terdiri dari semester ganjil dan genap. Tapi jika
legalitas ijazah / Akta IV serta sertifikat profesi yang tidak berubah
selama ia menjadi guru. dipertanyakan, apakah tidak miris dan membuat
hati kita gundah? Guru yang katanya bisa menghasilkan orang hebat,
dibuat bodoh oleh peraturan yang dibuat oleh guru itu sendiri karena
hanya untuk mendapatkan tunjangan tambahan yang disebut sebagai
Tunjangan Profesi itu.
Kalau
boleh berharap, hai para pemegang kendali kuasa, tolong jangan seolah
dibodohkan kami guru. Buatlah aturan yang memang mengangkat derajat kami
sebagai guru. Sesama guru kalau tidak kita yang menghargai profesi kita
siapa lagi? Jababatan tambahan hanya untuk sementara, tapi sebagai guru
itulah hidup kita untuk selamanya. Janganlah karena tugas tambahan di
luar guru, malah membuat guru serasa menjadi guru malang.***
Siti Nurbaya AZ, SE
Guru Ekonomi SMA Negeri 2 Karimun
Guru Ekonomi SMA Negeri 2 Karimun
Tanpa guru kita semua tidak akan mendapatkan ilmu, tanpa ilmu kita tidak bisa menjadi orang yang sukses, dan jabatan apapun tidak akan bisa kita dapatkan😇
BalasHapus