Hatiku lelah, bahkan bukan hanya hatiku semua elemen dibadanku merasakannya, sudah sepekan aku pusing memikirkan bagai mana mencari uang untuk menambah pengeluaran dapur. Tiba – tiba sibungsu berkata gawainya rusak. Rusak, bagaimana tidak rusak. Barang seken yang harus dipakai mereka bergantian untuk mengumpulkan tugas.
Menghela
napas berat, entah untuk yang keberapa aku sudah lupa. Teriakkanku hanya sampai
dikerongkongan saja, suaraku tidak sempat keluar terlalu sesak rasanya.
“Mak,
gawainya tak nak bergerak.” Ucapan si bungsu membuat jantungku hampir lepas
dari tempatnya.
Secepat
kilat aku meraih gawai yang disodorkannya kepadaku, menitis airmata ini
bagaimana tidak, untuk memilikinya saja aku harus berhutang,ini baru cicilan ke
6 tapi sudah bermasalah.
“Wan,
jaga adikmu. Mak ke counter sebentar.” Perintahku pada anak tertuaku.
Bergegas
menuju motor tua yang juga hasil menyinyil dari tetangga yang berlebihan rezeki
membeli yang baru, hanya bekas darinya yang mampu aku beli. Sekali, duakali,
tigakali hitunganku, tapi motor tuaku
tidak mau hidup.
“Ya
Allah. Jangan pula motor ikut rusak.” Batinku
Aku
perhatikan motorku, baru tadi pagi aku bawa untuk berkeliling menjajakan barang
daganganku. Netraku tertuju pada lubang kunci,
“Masyaallah
ternyata aku tidak menekan kunci pantas saja tidak hidup.” Batinku
“Tenang,
semua pasti baik – baik saja, Bismillah aku meneken kunci dan menstater
motorku. Hidup, Alhamdulillah.” Bisik merasa lega.
Ku
pacu motor tua ke arah counter tempat mengkredit gawai, lalu lintas legang tapi
harus tetap hati – hati.
“Tokey,
gawainya tidak merespon.” Ujarku setelah sampai di depan pemilik counter.
Si Tokey mengutak – atik gawaiku, sambil
tersenyum dia berkata “Kak
ini paketnya habis.” Sambil menyerahkan kembali gawai ketanganku.
“Alhamdulillah.”
Seruku seketika
“Mau
isi paket?” tawarnya kepadaku
Uang
hanya ada untuk makan besok, jika ku belikan paket bagaimana dengan makan
besok, batinku.
yang
menusuk dihatiku sebelum pergi si bungsu mengatakan pukul 1 siang ini harus
dikirim tugasnya, makan atau paket pikirku seketika.
“Tokey
paket paling murah berapa?” Walaupun disaku
hanya ada uang 75 ribu saja, aku tetap bertanya
“Paling
murah, 5 rb, tapi rugilah hanya untuk beberapa hari. baik beli yang 4 Gb 20 rb
bu.” Terang yang punya counter gawai.
Lumayan
masih ada 55 rb, beli saja daripada anak – anak tidak bisa belajar. akhirnya
dengan tangan yang bergetar aku mengeluarkan uang 20 rb untuk membeli paket.
***
Sesampainya
dirumah, aku melihat sibuah hatiku lagi duduk menanti kedatanganku
“Lama
sekali perginya Mak, sudah mau pukul 1.” Bukanya bertanya gawainya rusak atau
tidak,
“Hmmm.”
Aku menghembuskan napas berar
“Paketnya
habis.” Kataku sambil menyerahakan gawai ke tangan si bungsu.
Secepat
kilat aku melihat si bungsu mengetik tugas dan mengirimnya. Aku memperhatkan
buah hatiku satu persatu menggunakan gawai secara bergantian
“Mak…gawainya
tak merespon lagi.” teriak si abang yang mendapatkan giliran terakhir
Resa,
aku takut paket yang kubeli tidak cukup untuk mengantar tugas mereka. Ku raih
gawai yang diulurkan si Abang mengecek paketnya, seperti yang diajarkan Tokey
padaku.
Mataku
membulat besar, astafirullah paketnya habis. Rontok semua rasanya sendi di
badanku, bagaimana ini? Apakah harus membeli paket lagi atau bagaimana. Tak
terasa aku terduduk di lantai dengan lemas.
“Maaak.”
suara buah hatiku berteriak
Satu
persatu mereka memburuku, si Abang menyandarkan badanku pada dirinya sementera
2 yang kecil memegang kiri kanan tanganku. Dah tak terbendung lagi air mata
ini, aku menangis begitu juga buah hatiku.
“Apa
yang sakit Mak.” Serentak suara mereka bertanya kepadaku
“Tak
ada yang sakit, Mak baik – baik saja.” aku mencoba menenangkan mereka dengan
mengatakan aku tak apa – apa.
“Tapi
mak terduduk dan muka Mak pucat.” Suara si Abang risau dengan keadaanku.
Aku
tersenyum kearah mereka buah hatiku, aku tahu mereka khawatir dengan keadaanku.
Tapi aku merasa terjebak dengan uang untuk makan atau paket. Lelah semuanya
jadi lelah apa dayaku terjebak diantara keduanya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar