Tak seperti biasanya, tahun ini aku datang duduk manis melihat persiapan dan berlangsungnya perpisahan. Sebenarnya ini bukan hal yang luar biasa, tahun-tahun pertama mengikuti pelepasan siswa-siswa kelas XII tidak memberikan kesan yang mendalam. Entah karena apa biasanya untuk pelepasan siswa-siswa kelas XII IPA/IPS selalu kebagian untuk seksi acara dan seksi hiburan.
Dengan kesibukan yang diamanahkan kesedihan itu sepertinya dapat disimpan dalam-dalam dengan menyibukkan diri ritual kegiatan yang harus dipersiapkan, Masih segar dalam ingatan selama mengabdi didunia pendidikan sejak tahun 2002 diamanahkan menjadi wali kelas kelas XII tahun ini merupakan tahun yang sangat membuat perasaan ini haru biru.
Dimulai dari Ujian Sekolah Berbasis Nasioanal (USBN) sampai dengan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). sepertinya menguras tenaga dan pikiran. Pada tahun pelajaran 2018-2019 aku mendapatkan amanah menjadi wali kelas XII IPS 3 yang jumlah siswanya 33 orang dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 10 dan siswi perempuan 23 orang. Yang lebih menarik lagi ada sebanyak 11 orang dikelasku dengan siswa yang beragama kristen dan semuanya dari suku batak.
kelas terbanyak dengan siswa bukan dari suku melayu, merupakan tantangan tersendiri. Mereka punya gaya tersendiri, sebagai walikelas aku mau tidak mau harus membiasakan diri dengan percakapan mereka yang dari sononya suka blak-blankan. Untuk manis didepan walikelas kayak jauh dari harapan.
Kelasku hampir setiap hari pasti suaranya sampai kemajelis guru, apalagi di peniaty. aku sering memangilnya dengan joyah (dalam suku melayu adalah perempuan yang paling cerewet). Si peniaty tidak pernah marah, malah ia berkata " orang batak memang begini bu suaranya keras dan lantang.
itu hanya tinggal kenangan, sekarang mereka sudah setahun meninggalkan ku, catatan ini ku buat karena mereka yang mempunyai kesan tersendiri buatku. Semoga kalian sukses selalu anak-anakku, doa ibu selalu menyertai kalian.
kelas terbanyak dengan siswa bukan dari suku melayu, merupakan tantangan tersendiri. Mereka punya gaya tersendiri, sebagai walikelas aku mau tidak mau harus membiasakan diri dengan percakapan mereka yang dari sononya suka blak-blankan. Untuk manis didepan walikelas kayak jauh dari harapan.
Kelasku hampir setiap hari pasti suaranya sampai kemajelis guru, apalagi di peniaty. aku sering memangilnya dengan joyah (dalam suku melayu adalah perempuan yang paling cerewet). Si peniaty tidak pernah marah, malah ia berkata " orang batak memang begini bu suaranya keras dan lantang.
itu hanya tinggal kenangan, sekarang mereka sudah setahun meninggalkan ku, catatan ini ku buat karena mereka yang mempunyai kesan tersendiri buatku. Semoga kalian sukses selalu anak-anakku, doa ibu selalu menyertai kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar