Hujan turun dengan deras, seingatku sudah dua tahun ini setiap menjelang penaikan bendara hujun turun membasahi dunia pertiwiku. Seperti ada ribuan airmata yang mengalir menangis bahagia melihat indonesiaku masih berdiri tegap dengan berbagai rintangan yang menghadangnya.
“Selamat hari kemerdekaan Bu.” Sungguh membuat
haru, bagaimana tidak aku mendapatkan ucapan dari salah satu mantan siswa yang sudah mengabdi
kepada negera sebagai pengawal kemerdekaanya.
Tanganku gatal dari tadi, setelah mengerjakan
semua ritunitas sebagai Ibu Negara di Istanaku memasak untuk Kepala Negaraku
suami tercinta beserta prajurit penerus bangsa anak – anakku tercinta. Ya sudah
dua tahun ini tidak ada upacara bendera setelah covid melanda. Hanya upacara
bendera melalu layar kaca TV yang kami saksikan sungguh rindu dengan moment di
mana kami guru akan berbaris mengikuti upacara bendara, entah panas atau hujan
kami tetap berdiri tegak sampai sang merah putih berkibar baru mundur teratur
mencari tempat berteduh. Tapi aktrasi dari ketentaraan tetap berlanjut menjadi
tontonan yang selalu memberi rasa hangat di dada.
Tangan gatalku mulai membuka chat dari
gawaiku, walaupun mata masih menatap penaikan Bendara di istana Negara, mudah –
mudah hujan tidak membuat listrik mati seperti sudah – sudah di tempatku. Hujan
masih deras di luar tapi tidak di istana Negara. Lihat semua petugas dengan
atribut APD nya tetap melaksanakan upcara bendara dengan hikmat.
Jadi teringat dengan berita beberapa hari
lalu, salah seorang pengeret bendara dinyatakan positip tidak jadi berangkat ke
Istana. Terlihat jelas di raut wajahnya kekecewaan yang dalam, tapi apa mau di
kata itulah takdirnya. Aku tersenyum miris, kapan pandemic ini berlalu sudah
rindu dengan upacara bendera, batinku
“Salam merdeka Bu.” Terukir senyumku satu
lagi ucapan dari mantan siswa
“Merdeka belajar Bu.” Aku melihat chat ini,
apa maksudnya, cepat jari tuaku mengetik menjawab chatnya padahal dari tadi aku
hanya memperhatikan setiap chat yang masuk yang mengucapkan HUT RI.
“Apa masksudnya Merdeka belajar Ananda?” tak
lupa aku memasukkan emoticon tanda orang bigung.
“Ya merdeka belajar Bunda.” Pangilan yang
selalu diberikan anak didiku jika chat diluar chat grup mata pelajaran.
“Lho Bunda selalu menulis merdeka belajarkan?”
tulisnya lagi, menambah rasa penasaranku.
“Kalau Merdeka belajar menurut Bunda adalah
sarana belajar tidak hanya kelas, buku dan alat tulis. Tapi sekarang semua bisa
menggunakan media elektronik yang lebih memuaskan rasa penasaran ananda semua,
kalau menurut Ananda, makna merdeka belajar apa?.” Jelasku panjang lebar,
sambil meminta penjelasannya merdeka belajar.
“Bunda sayang, walaupun ada pandemic kami
masih bisa merdeka belajar. bunda walaupun sudah usia tapi tetap menyajikan
pembelajaran yang menarik walaupun hanya di dunia maya. Bunda tahu kami lebih
memilih game daripada menyimak pembelajaran tapi bunda membuat kami penasaran
dengan media pembelajaran bunda. Itu maksudnya kami merdeka belajar walaupun
tidak tatap muka bunda.” Hatiku lega walaupun hanya satu tapi itu berarti
siswaku sudah merdeka belajar.
Satu hari ini, besok akan bertambah jangan
galau dengan angka satu karena pasti ada angka selanjutkan seperti Indonesia
saat ini, 76 tahun perjuangan semua masih berdiri kokoh.Selamat hari
kemerdekaan Negaraku, biar usia kita tua tapi tetap tebarkan manfaat. Belajar dan
terus belajar membuat kita bermanfaat. Merdeka untuk kita semua, senyumku
tersunging menyambut kemerdekaan tahun ini, selamat HUT 76 Indonesiaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar