Tok ..tok…tok pintu ruangan ku di ketok, Masuk. Pintu terbuka aku melihat office boy kantor disana, sambil mengangguk meminta izin untuk masuk, aku mengangguk member izin untuknya masuk. “ Bu ada bouguet bunga untuk ibu, sambil menyerahkan bouquet bunga kepadaku. Dengan pandangan heran aku bertanya? Untuk saya bouquet bunganya? “ Ya bu, kata pengantar bunga ini untuk ibu.” Aku meraih buoqet bunga yang diberikan office boy sambil mencari kartu nama, siapa yang mengirimi aku bunga?
Kartu nama berwarna biru, bertuliskan kalimat
“ Salam kenal dari Indara Pranata, semoga kita bisa secepatnya berjumpa” aku
membacanya. Sambil mengingat beberapa hari yang lalu aku pernah berjanji akan
memberikan kabar bahawa aku dan Indra akan makan sian bersama. Belum hilang
rasa penasaranku, handphoneku berbunyi, “ Assallamualaikum” aku mendengar suara
dari seberang sana. Sudah menerima bouquet bunganya, mudah – mudahan bunga yang
saya kirim Cahaya suka. Masih suara dari seberang sana yang aku dengar. Lama
tidak ada suara yang terdengar, aku masih terdiam akhirnya aku mendengar suara
“ maaf jika menganggu jam kerja Cahaya saya hanya menelepon untuk bertanya itu
saja”, aku mendengarkan suara nada handphone di putuskan. Astafirullah apa yang
aku lakukan? Aku bahkan tidak menjawab, apalagi pertanyaan yang diberikan oleh
Indra. Pasti ia mengira aku adalah orang yang sombong.
Aku menekan kipet handphone ku mendail ulang
nomer terakhir yang baru saja masuk, nomor Indra sudah terhubung, satu kali,
dua kali, tiga kali aku mendengar nada sambung sebelum nada ke empat aku
mendengar desahan napas dari seberang sana. “ Maaf, tapi aku hanya terkejut
saja mendapatkan bouqet bunga. Terdengar suaraku sedikit gemetar sewaktu
mengucapkan kalimat itu, saya harap Indra tidak tersinggung. Suara dari
seberang sana membuat hatiku sedikit merasa tidak enak. “ Maaf saya mungkin
terlalu memaksakan kehendak saya. Maaf mungkin saya tidak masuk ke dalam
criteria yang Cahaya maksudkan, saya tidak akan menganggu Cahaya lagi. Dengan
cepat aku bersuara sebelum handphone dari seberang sana di tutup Indra. “ Maaf
saya yang salah, kalau Indra tidak keberatan siang ini kita jumpa di restoran
Sederhana untuk makan siang. Aku mengambil inisiatif untuk mengajak Indra makan
siang, aku ingin menebus kesalahan yang aku buat, karena bukan salah Indra jika
ia mnghubungiku karena pada dasarnya aku mendaftar pada biro perjodohan yang
sama dengan Indra.
Lama keheningan diantara kami, aku
memberanikan diri berkata” jika Indra sibuk kita buat janji lain kali saja. “
“maaf hari ini saya lagi luar kota, dua hari lagi saya baru pulang, jika Cahaya
tidak keberatan lusa kita makan siang bersama. Aku mendengarkan penawaran dari
Indra. Akhirnya kami sepakat akan makan siang bersama dua hari yang akan
datang. Sambil menjawab salam dari Indra aku menutup telephone begitu juga
dengan Indra.
Aku hanya tersenyum, mudah – mudahan jodoh
yang diminta ibu bisa aku hadirkan secepatnya kehadapan Ibu kataku di dalam
hati. (bersambung)
***
Pukul sudah menunjukkan angka 11.50 sebentar
lagi aku akan menepati janjiku untuk makan siang dengan Indra, sebelum lagi aku
berdiri dari kursi tempat dudukku, handphoneku berbunyi, meraihnya dan melihat
siapa gerangan yang meneleponku. Ada nama kontak Indra, mungkinkan indra akan
membatalkan janji makan siang kami. Kataku di dalam hati, sambil mengeser
tombol hijau untuk menerima panggilan dari Indra. Assallamualaikum, aku
mendengar suara Indra dari seberang sana belum lagi aku menjawab salamnya aku
mendengar suara Indar.” Maaf Cahaya hari ini saya tidak bisa memenuhi janji
kita, Ibuku terjatuh dan sudah dibawa kerumah sakit oleh adikku, makanya aku
menelepon untuk memberitahu Cahaya sekali lagi Maaf kita tunda dulu makan siang
kita. Aku mendengar nada putus dari handphone Indra di seberang sana.
Lemas rasanya badan ini, mungkin Indra bukan
jodohku. Tiba – tiba saja fikiran itu datang tanpa aku undang. Cengeng sekali
aku, sambil mengeleng – ngelelengkan kepala aku berkata di dalam hati, Ibunya
Indra mengalami kecelakan tidak mungkin Indra mengabaikan ibunya.
Menjelang sore sebelum pulang kantor, aku
menyempatkan untuk menelopon Indra untuk
menanyakan kabar Ibunya. Nada sambung sudah terdengar, aku mendengar
suara helaan napas berat sebelum menjawab salam yang aku ucapkan. “ Walaikum
salam.” Maaf menganggu Cahaya hanya ingin bertanya kabar, bagaimana dengan Ibu
aku membuka percakapan kami di handphone. Seperti ada helaan napas yang sangat
berat di ujung seberang sana. “ Ibu harus dirawat dirumah sakit, Ibu terkena
strok ringan aku mendengarkan suara serak Indra di seberang sana. Innalillahi,
mudah – mudah Ibu cepat sembuh, Ibu dirawat dimana Indra? Ibu dirawat di Rumah
sakit daerah Indra menjelaskan kepadaku. “ Ya sudah kalau begitu, yang kuat ya
Indra, kataku sambil menyudahi telephone kami dengan mengucapkan salam.
Ada perasaan yang bercampur aduk di dalam
dada ini, antara ingin menjemput jodoh
atau Indra bukan jodohku, perjalan pulang kerumah yang panjang aku terus
berkata dengan diri sendiri, akhirnya aku putuskan aku akan menjemput jodohku,
semogo Indra orangnya.
***
Ku parkirkan mobilku disalah satu sudut di
area pakiran rumah sakit, membuka pintu mobil keluar dan menekan kunci mobil
sambil berjalan menuju rumah sakit, di depan rumah sakit aku baru tersadar aku
tidak menanyakan kamar Ibu dilantai berapa dan nomor berapa? Betapa bodohnya
aku, sambil menimbang – nimbang apakah aku harus menelepon Indra untuk
menanyakannya atau tidak. Tiba – tiba aku mendengar sapaan seseorang, Cahaya
apakah ini benar cahaya? Aku memalingkan wajahku kearah suara yang menyapaku,
laki – laki yang lebih tinggi dariku dengan menatapku dengan wajah tidak
percaya. “ Aku Indra katanya dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat
tangan. Aku dengan sedikit malu dan tak percaya mengulurkan tangan dan berkata
“ Iya aku Cahaya, sambil menyambut tangan ini. “
“ maaf aku sudah langcang datang menjenguk
Ibu tanda menanyakan dulu kepada Indra.” Kataku sekat di tenggorokan. Indra
tersenyum manis sambil, berkata “ Aku senang cahaya mau menjenguk Ibu, ayo kita
kelantai atas. Ibu di lantai 5 di kamar 515 kata Indra sambil kami berjalan
beriringan menuju lift yang akan mengantar kami ke kamar ibu Indra. Karena
sekarang lagi saatnya besok suasana rumah sakit ramai, aku dan Indra hanya diam
saja selama di dalam lift. Sesekali aku melihat indra melirikku dengan
tersenyum dan aku membalas senyum Indra. Lift terbuka di lantai 5 aku dan Indra
segera keluar “ kamar ibu disebelah kanan, “ indra memberitahukanku setelah
kami keluar dari lift. Aku mengikuti Indra berjalan menuju kamar ibunya, di
dalam hati aku terus berkata – kata, apa yang akan aku lakukan di kamar ibu
Indra jika beliau menanyakan tentang ku. Apakah aku salah dengan datang kemari,
apa pikiran ibu Indara tentangku nanti, perigi mencari timba alangkah malunya
aku jika itu yang difikirkan Ibu Indra.
Aku hampir melewati kamar tempat ibu Indra
dirawat, aku terkejut ketika mendengar suara Indra, “ Mau kemana, Ini kamar ibu
sambil memegang pegangan pintu kamar dan siap membukanya.” Malu aku jadinya,
spontan langkahku berhenti dan berkata
“ Apa yang akan aku katakana jika ibu
bertanya tentangku?.” Indra tersenyum manis (menurutku senyum Indra manis berkata
dalam hati)
“ Hmm katanya saja teman Indra, bereskan.”
Katanya dengan santai. Indra mempersilakan aku masuk dengan membuka pintu kamar
ibunya. Aku masuk kedalam, ada 2 pasien disana salah satunya pasti Ibu Indra.
Aku berdiri didepan pintu masuk menunggu Indra masuk dan menuntunku kepada
Ibunya. Sambil menutup pintu Indra berlalu didepanku.
“ Assalamualaikum, Ibu Indra datang belum
semua ucapan Indra aku mendengar suara lemah ibu Indra
“ Calon menantu ibu rupanya, mari sini duduk
di samping Ibu.” Aku melihat Ibu Indra melambai lemah kearahku. Aku tidak tahu
seperti apa wajahku sekarang, aku juga tidak bisa melihat atau sekedar melirik
kepada Indra. Aku hanya diam terpaku ditempat aku berdiri sekarang ini, tanpa
aku sadari sentuhan tangan Indra ditanganku menuntun aku berjalan menuju
samping tempat duduk dimana Ibu Indra memintaku untuk duduk.
Aku melihat Ibu Indra berusaha mengapai
tanganku, dengan ragu aku meraih tangan tua itu dan mengenggamnya. Aku melihat
rasa lega dari sosok tua yang terbaring lemah.
“ Ibu harap, Ibu masih sempat melihat kalian duduk bersanding
dipelamin.” Kata – kata yang membuatku terkejut dan jenggah. Aku melirik kearah
Indra yang memasukkan bawaannya yang tadi masih pegangnya kedalam lemari kecil
yang berada disamping tempat tidur Ibunya. Aku hanya tersenyum untuk
membahagiakan orang yang sakit, aku hanya mengenggam erat tangan Ibu Indra
tidak mengatakan apa – apa. Dalam hati aku berkata maaf bu aku tidak tahu mau
mengatakan apa. Indra berjalan menuju di mana tempat aku duduk dan berdiri
dibelakang kursiku sambil memegang sandaran kursiku. Aku hanya melihat mata tua
yang bahagia melihat kearah anaknya yang berdiri di belakangku saat ini. Tatapa
mata ibu yang tidak bisa aku artikan maknanya karena aku tidak berani untuk
menoleh kebelakang dimana Indra sekarang berdiri.
Rasanya aku sudah berabad – abad berada di
kamar Ibu Indra tanpa mengeluarkan kata – kata seperti orang bisu. Aku hanya
mendengar kata – kata Ibu dan Indra. Alhamdulillah aku tidak perlu mencari
alasan untuk pergi dari kamar ini,, ketika aku mendengar suara Indra , “ Bu,
Indra dan Cahaya harus kembali lagi ke kantor. Besok jika Cahaya tidak sibuk
dia akan datang lagi menjenguk Ibu. Sambil menepuk – nepuk tanganku yang masih
di genggamnya Ibu Indra berkata “ besok jika tidak sibuk datanglah menjenguk
ibu sambil melepaskan genggamnya. Aku meraih tangan tua itu dan menciumnya
sambil berkata “ Insyallah bu “sambil tersenyum aku melihat ada cahaya
kebahagian dimatanya mendengar jawabanku.
Indra mengeser kursi yang aku duduk untuk
membantu aku berdiri dan mengambil posisiku mencium kening tua dan tangan tua
itu sambil berkata “ baqda Isya Indra kemari lagi bu.
Pukul sudah menunjukkan angka 1.15 siang
ketika aku dan Indra keluar dari kamar Ibunya berarti 1 jam aku berada di kamar
Ibunya Indra, sambil berjalan menuju lift aku seperti specless begitu juga
Indra. Pintu lift terbuka, aku dan Indra masuk hanya kami yang berada di dalam
lift aku mendengar suara Indra. “ Terima kasih sudah membuat Ibu bahagia sambil
memandangku lekat dimataku. Aku tersenyum tipis sambil mengalihkan pandangan
mata kearah lain menghindar tatapan mata Indra yang tiba – tiba membuatku takut.
“ Bolehkah aku mengajak Cahaya makan siang sekarang? Aku belum makan. Tanpa aku
sadari kepalaku mengangguk mengiyakan ajakan Indra. Sesampai di lantai satu
rumah sakit, keluar dari lift aku baru teringat bahwa aku datang kemari dengan
mobilku, bagaimana ini. Belum lagi aku mengeluarkan kata – kata aku mendengar
suara Indra “ Kita makan di café depan rumah sakit saja jika Cahaya tidak
keberatan karena perutku sudah lapar sekali sambil memandangku meminta
persetujuan. Aku hanya tersenyum kearah Indra dan menganggukkan kepala tanda
setuju. Kami berjalan beriringan menuju café yang berada diseberang rumah
sakit. Sewaktu mau menyeberang jalan Indra meraih tanganku dan memegangnya
serta tangannya yang satu lagi memberi tanda kepada mobil dan Honda yang lewat
untuk memberikan kami kesempatan untuk menyebrang.
Sesampaikan di seberang jalan Indra melepas
tangannya dari tanganku, aku hanya memperhatikan apa yang dilakukan indra
sambil berfikir mungkin inilah jodohku ya Allah. Sambil melirik dan tersenyum
memandang wajah sekilas, Indra mengajakku duduk di pojok café, suasana kafe
tidak begitu ramai mungkin sudah lewat jam makan siang. Indra memesan ayam
gerpek dan jus orange sementara aku meminta gado – gado dan jus tomat campur
wartel. Sambil menunggu pesanan kami datang Indra membuka percakapan di antara
kami.(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar