Berlari sekencangnya, aku tidak sanggup melihat hal yang ada di depan mataku saat itu. Pemandangan yang membuat luka di hatiku, mungkin luka yang tidak akan sembuh, entahlah. Aku tahu ia memang tidak akan menjadi milikku tapi aku tidak membayangkan ini akan melukaiku dengan sangat parah sehingga aku merasa tidak ingin hidup rasanya.
Melati
binti Jamal, terluka karena cinta. pertemu dengan seorang laki – laki bermana
Adi yang memikat hatiku, ia punya rasa
yang sama. Tapi karena sikap ku cendrung menyembunyikan perasaan hati, sehingga
ia ragu dengan perasaanku. Akhir – akhir ini aku sering melihat Mas Adi pergi
berdua dengan Wati tanpa mengajakku. Siang ini kami janji makan siang bersama Aku,
Mas Adi dan Wati seperti kebiasaan kami karena sekantor. “ Dek, aku sudah
melamar wati, “ seperti tidak percaya, aku memandang Mas Adi, wati datang
dengan membawa nampan makanan sambil tersenyum menunjukkan jari manisnya
kepadaku.
Bagaikan
tertusuk belati yang sangat tajam tepat di jantungku, aku menangis di dalam
hati. Berusaha tegar seperti gadis jawa, hadir dipernikahaannya dengan sahabat baikku.
Senyum yang tersungging dibibirku tidak menampakan luka yang mengangga di
hatiku. “ Selamat Mas, Wat hari ini kau sudah bergelar istri semoga SAMAWA.”
Sambil memeluk sahabatku. Berjalan meninggalkan pelaminan masih melempar senyum
untuk orang – orang yang menyapa karena mengenalku. Pilu, berlari sekencangnya.(AZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar