Beberapa hari ini, kembali aku melihat raut wajah lelah wali kelasku.
Wajah tua tapi setiap hari
selalu menebar senyum sambil berkata kalau ketemu Ibu wajib senyum itu
membuatku merasa iba.
Selalu kata nasehat
terlempar dari mulutnya, cerewet kata teman – temanku.
Bahkan ada dari teman –
temanku yang memberi gelar nenek lampir untuk dirinya, khususnya mereka yang
selalu melanggar dispilin sekolah.
Bu Cahaya sosok yang sudah setahun ini menjadi wali kelas kami selama setahun ini, sosok yang selalu tersenyum walaupun banyak masalah yang buat oleh kami siswa – siswi dalam naungannya.
Masih segar dalam ingatan,
ketika kelompok pembuat onar kelas, ketangkap merokok di gudang sekolah.
Bu Cahaya menjadi amukan
salah satu orangtua yang katanya mempasrahakan anaknya ke sekolah tidak terima
anaknya ketangkap merokok.
Bu Cahaya dengan senyum
berkata di dalam kelas jika saja mereka teman – temanku yang merokok memposisikan
diri mereka sebagai orangtua ataupun wali kelas yang tidak tahu apa – apa tapi
dipersalahkan apakah mereka menerimanya.
Itulah satu sifat yang aku
suka dari Bu Cahaya, beliu selalu memberi nasehat dengan memposisikan keadaan
yang terjadi kepada diri sendiri.
Lihat saja ketika salah
satu temanku tertuduh mencuri uang komite.
Bukannya marah, Bu cahaya
meminta kami keluar kelas dan memeriksa tas kami.
Setelah satu kami
dipersilakan masuk kembali, dan Bu Cahaya mengatakan uangnya sudah ditemukan.
Beliau meminta kami untuk tidak mempermasalahkan kehilangan uang tadi, mungkin
hanya khilaf itu katanya.
Adalagi kejadian dimana
kami satu kelas menolak untuk mengikuti lomba yang diadakan osis.
Bukanya marah beliau hanya
mengatakan, bukan nama Ibu yang dipermasalahkan tapi kami yang dianggap tidak
mau mengikuti program osis.
Beliau selalu memberikan
dukungan walaupun kami selalu saja kalah.
Biarkan kalah yang penting
kelas kita sudah ikut dalam mensukseskan program osis.
Senyum itu selalu
menyejukkan hati kami walaupun banyak masalah yang kami timbulkan.
Hari ini aku, Intan Sahara
melihat wajah lelah.
“Ibu sakit, ada yang bisa
Intan bantu.” Ucapku .
Sengaja aku datang ke
majelis guru, karena aku tahu seminggu ini guru dan wali kelas sibuk dengan
mengolah nilai.
Ah, Bu Cahaya pasti sibuk
dengan segala aplikasi dan nilai.
“Sudah berulang kali Ibu
memprint rapot kalian tapi hasilnya tidak memuaskan.” Ucapnya lelah.
“Doakan Ibu berhasil
memprint rapor kalian walaupun harus bergadang.” Ucapnya lanjut.
Bu Cahaya, guru yang jarang
meminta bantuan kami siswa – siswinya, semua selalu dikerjakan sendiri.
“Bu guru lain meminta
bantuan mengoreksi kenapa Ibu tidak pernah meminta bantun.” Pernah aku bertanya
pada Beliau.
“Mengoreksi adalah
kewajiban guru apalagi hasil ujian, di situ dan rahasia yang harus dijaga.”
Ucapnya sambil tersenyum.
Hari ini ingin sekali aku
membantu beliau untuk memasukkan hasil printnan rapor dalam wadahnya tapi aku
yakin beliau pasti akan menolak.
Semoga Bu Cahaya selalu
sehat dan tetap bersemangat mengajar kami, amin.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar