Jumat, 22 Mei 2020

Sedihnya Ramadhan Tahun Ini


“ Assalamualaikum bu”, aku belum mendengar suara ibu dari seberang sana. Tapi aku pasti handphoneku sudah tersambung dengan handphone ibu. Telephone sudah tersambung, sudah dua kali aku melihat handphoneku. Aku pasti nomor ibu sudah tersambung dengan handphoneku. Tapi aku belum mendengar suara ibu dari seberang sana.
“ ibu, ibu, ibu mendengar suaraku”, kataku lagi di handphone ku.
Masih sepi belum ada jawaban, aku melihat lagi ke layar handphone ku, sudah tersambung. Apa yang salah, tidak mungkin handphoneku rusak, sebelum aku menelepon ibu aku menelepon adikku. Handphoneku masih baik – baik saja, tidak mungkin dalam waktu sekejap handphone ku rusak.


Aku jadi cemas, jangan – jangan ibuku sakit. Baru aku mau menyebut nama ibu, aku mendengar suara desahan dari seberang, tak lama aku mendengar suara ibu.
” Pasti kamu mau ngasih tahu tidak bisa pulang pada Ramadhan tahun ini,” aku mendengar suara ibu dari seberang sana.

Setiap tahun dua hari sebelum Ramadhan datang, aku selalu menyempatkan diri untuk pulang. Ziarah ke kubur ayah menjadi agenda tetap sebelum Ramadhan datang, sekalian meminta maaf kepada sanak keluarga.
Tapi tahun ini sepertinya agenda menziarahi kubur ayah dan salam – salaman kepada sanak keluarga terpaksa tidak dapat di lakukan.

Aku tahu ibu pasti kecewa, sebentar tadi aku sempat bertelephonan dengan adikku, adikku memberitahu tahun ini tidak bisa pulang kampong karena ada tugas kantor yang tidak bisa ditunda.

Aku juga mendapatkan tugas mendadak dari kantor, untuk proyek baru di Batam. Maka aku juga tidak bisa pulang, pasti ini yang membuat ibu kecewa.
“ Ibu, Anna akan pulang pada hari ketiga Ramadhan, kita akan sama – sama menziarahi pusara ayah,” aku cuba membujuk ibu.
Tapi aku belum mendengar jawaban dari seberang sana, ibu tetap membisu.
“ Ya sudah, Anna minta berhenti kerja saja,” lanjutku.
Baru aku mendengar jawaban dari ibu
 “ Bukan itu maksud ibu, ibu hanya sedih. Andi juga tidak bisa pulang,”  kata ibu.
“ Anna, ibu hanya berfikir masih bisakah tahun depan kita bisa menyambut Ramadhan bersama – sama lagi.” Keluh ibuku.
“ Ibu, setiap Anna maupun Andi tidak bisa pulang menyelang Ramadhan pasti itu saja yang ibu keluhkan,” kataku.

“ Ibu akan sehat – sehat saja,” percayalah ibu kataku.
“ ibu akan bersama Anna dan Andi sampai kami berkeluarga. Ibu akan selalu sehat – sehat dan panjang umur, ibu akan melihat anak Anna dan Andi menziarahi kuburan ayah,” percayalah pada Anna bu kataku.
“ Kamu itu ya, bisa saja ,” aku mendengar nada yang mulai ceria dari suara ibu.

“ Ibu hanya merasa agak kesepian akhir – akhir ini, Anna,” suara ibu terdengar lirih mengucapkan kalimat ini.
“ Iya ibu, Anna tahu. Ibu sendirian disana, tapi jika Anna dan Andi tinggal bersama ibu. Apa yang akan Anna dan Andi kerjakan? darimana kita akan mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga kita bu,” lanjutku.

“ Kita tidak punya tanah untuk digarap, rumah yang kita punya satu – satunya peninggalan ayah setelah ayah meninggal hanya tapak rumah kita ibu,” percakapan kami terus berlanjut.
“ Anna dan Andi juga tidak bisa bercocok tanam, walaupun kita punya tanah yang bisa digarap bu. “ aku terus berusaha menyakinkan ibu untuk menerima bahwa Ramadhan tahun ini aku dan Andi tidak bisa pulang seperti biasanya.
Kami bicara panjang lebar di telephon, aku tidak mau menutup telephon karena aku tahu jika aku menutup telephon ibu akan semakin tertekan dengan kesendirianya dirumah kami.
Hampir 2 jam kami bicara di telephon, akhirnya ibu berkata “ mudah – mudah Anna pulang pada Ramadhan ketiga seperti yang Anna janjikan kepada Ibu.”
“ Insyaallah Ibu,” hanya kalimat itu yang terucap dari mulutku.

Setelah menutup telephon dari ibu, aku hanya terpaku memandang meja kerjaku. Empat hari lagi Ramadhan, biasanya setiap Ramadhan kantor memberikan libur dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari setelah Ramadhan. Aku menggunakan kesempatan ini untuk pulang kampung menemani ibu, banyak kegiatan yang kami lakukan bersama. Biasanya sesampai dirumah aku akan beristirahat sebentar kemudian setelah sholat Ashar aku, Andi, dan ibu akan menziarah pusara ayah. Kami membacakan surat yasin dan mendoakan semoga ayah diringankan siska kuburnya.
Setelah pulang dari ziarah kami akan pergi ke rumah paman, kakaknya ayahku dan bibi kakak ibuku. Hanya mereka keluarga yang kami miliki, merekalah yang selalu membantu aku untuk melihat – lihat ibu dirumah kami.

Besok paginya aku akan menemani ibu untuk kepasar bagi persiapan untuk sahur pertama Ramadhan. Menu yang tidak pernah lupa dari ayah masih hidup adalah rendang ayam, menu ini akan bertahan sampai tiga hari. Selama tiga hari kedepan menu kami adalah rendang ayam di tambah menu ikan goreng asin, bening bayam atau lalapan timun dan daun kemangi tidak lupa sambal belancan sebagai pembuka selera setelah seharian berpuasa.
Menu yang teramat sederhana, tapi sangat mengungah selera. Masakan ibu selalu yang terbaik di dunia.

Tapi tahun ini menyambut Ramadhan akan berbeda, tapi doa terbaik selalu ku kirimkan untuk ayah tercinta. Ibu, anakmu akan pulang untuk menemanimu tapi tidak bisa seperti Ramadhan – Ramadhan sebelumnya. Tapi yakinlah Ramadhan tahun ini kau tidak akan sendirian janji anakmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...