“ Assalamualaikum bu”, aku belum mendengar suara ibu dari seberang sana.
Tapi aku pasti handphoneku sudah tersambung dengan handphone ibu. Telephone
sudah tersambung, sudah dua kali aku melihat handphoneku. Aku pasti nomor ibu
sudah tersambung dengan handphoneku. Tapi aku belum mendengar suara ibu dari
seberang sana.
“ ibu, ibu, ibu mendengar suaraku”, kataku lagi di handphone ku.
Masih sepi belum ada jawaban, aku melihat lagi ke layar handphone ku,
sudah tersambung. Apa yang salah, tidak mungkin handphoneku rusak, sebelum aku
menelepon ibu aku menelepon adikku. Handphoneku masih baik – baik saja, tidak
mungkin dalam waktu sekejap handphone ku rusak.
Aku jadi cemas, jangan – jangan ibuku sakit. Baru aku mau menyebut nama
ibu, aku mendengar suara desahan dari seberang, tak lama aku mendengar suara
ibu.
” Pasti kamu mau ngasih tahu tidak bisa pulang pada Ramadhan tahun ini,”
aku mendengar suara ibu dari seberang sana.
Setiap tahun dua hari sebelum Ramadhan datang, aku selalu menyempatkan
diri untuk pulang. Ziarah ke kubur ayah menjadi agenda tetap sebelum Ramadhan
datang, sekalian meminta maaf kepada sanak keluarga.
Tapi tahun ini sepertinya agenda menziarahi kubur ayah dan salam –
salaman kepada sanak keluarga terpaksa tidak dapat di lakukan.
Aku tahu ibu pasti kecewa, sebentar tadi aku sempat bertelephonan dengan
adikku, adikku memberitahu tahun ini tidak bisa pulang kampong karena ada tugas
kantor yang tidak bisa ditunda.
Aku juga mendapatkan tugas mendadak dari kantor, untuk proyek baru di
Batam. Maka aku juga tidak bisa pulang, pasti ini yang membuat ibu kecewa.
“ Ibu, Anna akan pulang pada hari ketiga Ramadhan, kita akan sama – sama
menziarahi pusara ayah,” aku cuba membujuk ibu.
Tapi aku belum mendengar jawaban dari seberang sana, ibu tetap membisu.
“ Ya sudah, Anna minta berhenti kerja saja,” lanjutku.
Baru aku mendengar jawaban dari ibu
“ Bukan itu maksud ibu, ibu hanya
sedih. Andi juga tidak bisa pulang,” kata
ibu.
“ Anna, ibu hanya berfikir masih bisakah tahun depan kita bisa menyambut
Ramadhan bersama – sama lagi.” Keluh ibuku.
“ Ibu, setiap Anna maupun Andi tidak bisa pulang menyelang Ramadhan pasti
itu saja yang ibu keluhkan,” kataku.
“ Ibu akan sehat – sehat saja,” percayalah ibu kataku.
“ ibu akan bersama Anna dan Andi sampai kami berkeluarga. Ibu akan selalu
sehat – sehat dan panjang umur, ibu akan melihat anak Anna dan Andi menziarahi
kuburan ayah,” percayalah pada Anna bu kataku.
“ Kamu itu ya, bisa saja ,” aku mendengar nada yang mulai ceria dari
suara ibu.
“ Ibu hanya merasa agak kesepian akhir – akhir ini, Anna,” suara ibu
terdengar lirih mengucapkan kalimat ini.
“ Iya ibu, Anna tahu. Ibu sendirian disana, tapi jika Anna dan Andi tinggal
bersama ibu. Apa yang akan Anna dan Andi kerjakan? darimana kita akan
mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga kita bu,” lanjutku.
“ Kita tidak punya tanah untuk digarap, rumah yang kita punya satu –
satunya peninggalan ayah setelah ayah meninggal hanya tapak rumah kita ibu,”
percakapan kami terus berlanjut.
“ Anna dan Andi juga tidak bisa bercocok tanam, walaupun kita punya tanah
yang bisa digarap bu. “ aku terus berusaha menyakinkan ibu untuk menerima bahwa
Ramadhan tahun ini aku dan Andi tidak bisa pulang seperti biasanya.
Kami bicara panjang lebar di telephon, aku tidak mau menutup telephon
karena aku tahu jika aku menutup telephon ibu akan semakin tertekan dengan
kesendirianya dirumah kami.
Hampir 2 jam kami bicara di telephon, akhirnya ibu berkata “ mudah –
mudah Anna pulang pada Ramadhan ketiga seperti yang Anna janjikan kepada Ibu.”
“ Insyaallah Ibu,” hanya kalimat itu yang terucap dari mulutku.
Setelah menutup telephon dari ibu, aku hanya terpaku memandang meja
kerjaku. Empat hari lagi Ramadhan, biasanya setiap Ramadhan kantor memberikan
libur dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari setelah Ramadhan. Aku menggunakan
kesempatan ini untuk pulang kampung menemani ibu, banyak kegiatan yang kami
lakukan bersama. Biasanya sesampai dirumah aku akan beristirahat sebentar
kemudian setelah sholat Ashar aku, Andi, dan ibu akan menziarah pusara ayah.
Kami membacakan surat yasin dan mendoakan semoga ayah diringankan siska
kuburnya.
Setelah pulang dari ziarah kami akan pergi ke rumah paman, kakaknya ayahku
dan bibi kakak ibuku. Hanya mereka keluarga yang kami miliki, merekalah yang
selalu membantu aku untuk melihat – lihat ibu dirumah kami.
Besok paginya aku akan menemani ibu untuk kepasar bagi persiapan untuk
sahur pertama Ramadhan. Menu yang tidak pernah lupa dari ayah masih hidup
adalah rendang ayam, menu ini akan bertahan sampai tiga hari. Selama tiga hari
kedepan menu kami adalah rendang ayam di tambah menu ikan goreng asin, bening
bayam atau lalapan timun dan daun kemangi tidak lupa sambal belancan sebagai
pembuka selera setelah seharian berpuasa.
Menu yang teramat sederhana, tapi sangat mengungah selera. Masakan ibu
selalu yang terbaik di dunia.
Tapi tahun ini menyambut Ramadhan akan berbeda, tapi doa terbaik selalu
ku kirimkan untuk ayah tercinta. Ibu, anakmu akan pulang untuk menemanimu tapi
tidak bisa seperti Ramadhan – Ramadhan sebelumnya. Tapi yakinlah Ramadhan tahun
ini kau tidak akan sendirian janji anakmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar