Jumat sampaikan ke Sabtu, 5 Septermber 2020
dari subuh hujan sudah membasahi bumi berazam Karimun. Sempat membuat jengkel,
baru saja mengeluarkan baju yang sempat dicuci pagi tadi, tiba – tiba hujan
turun tanpa member aba – aba terlebih dahulu.
Pulang sekolah, tepatnya pukul 11.40 jumat kemaren matahari melihatkan wajahnya dengan garang bersama sinar yang membuat muka berkeringat karena mengeluarkan jemuran dari rumah untuk dijemur diteriknya matahari. Belum juga sempat bernapas setelah lelah mengeluarkan jemuran keluar. Tiba – tiba mendengar suara hujan yang turun dengan lebatnya. Karena tempat jemuran ada dua titik, disamping dan belakang rumah tentunya membuat repot. Akhirnya sebagian jemuran baju tidak dapat diselamatkan terpaksa basah lagi terkena hujan yang turun dengan lebatnya.
Dengan rasa jengkel, akhirnya jemuran basah lagi terkena hujan yang turun dengan lebatnya dimasukkan kedalam rumah. Tetap menunggu mana tahu setelah sholat jumat matahari akan melihatkan taringnya. Tapi sampaikan ke sore dan malam cuaca tetap menampakkan rasa sedihnya. Hawa dingin yang disajikan kepada masyarakat bumi berazam.
Pagi sabtu sampaikan ke malam, kami disuguhi dengan hujan yang seperti air mata orang yang lagi bersedih hati, tidak mau berhenti menangis. Akhirnya nasib jemuranku terpaksa tetap di dalam rumah tak tersentuh oleh teriknya panas matahari.
Bangun pagi di hari ahad, doa yang saya panjatkan tentunya meminta panas sampai ke petang supaya jemuran kering. Alhamdulillah, doa saya sepertinya di dengarkan oleh yang Maha Kuasa matahari sudah menunjukkan taring panasnya pada pukul 8 pagi. dengan tergesa – gesa saya mengeluarkan jemuran berebut panas entah dengan apa yang pasti saya tidak mau kehilangan sedikitpun sinar matahari untuk baju – baju yang sudah 2 hari tidak kering. Masih dengan berharap – harap cemas semoga panas ini sampai jam 14.ᵒᵒ Wib siang saja, supaya semua jemuran kering dengan sempurna.
Akhirnya semua doa terkabulkan, tulisan ini selesai ditulis pukul 17.15 Wib setelah melihat mendung sudah menampakan wajahnya di langit bumi berazam Karimun, hujan membasahi bumi berazam lagi dengan senyum di bibir akhirnya saya harus mengakui bahwa tinggal di Indonesia dengan garis khatulistiwa. Kita tidak bisa menghindari pancaroba hari. (AZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar