Minggu, 27 September 2020

Cahaya Bulan Itu

Hampir selesai sudah tugas ekonomi yang diberikan oleh ibu Cahaya, Namaku Lisa kelas XII IPS 3 tahun ini tahun terakhir aku di SMA X. Tak pernah terbayangkan aku akan menyelesaikan sekolah tepat 3 tahun. Kondisi rumah yang tidak kondusif untuk belajar ditambah dengan keuangan keluarga yang tidak mencukupi aku sudah pasrah jika harus putus sekolah itu 1 tahun yang lalu.

Aku masih ingat benar bagaimana aku beberapa kali di panggil oleh pemungut uang komite karena keterlambatan membayar uang komite, rasanya mau mati saja jika bendahara komite sudah memberikan catatan keterlambatan uang komite kepada wali kelas. Aku tidak tahu mau mengadu kemana, ya akhirnya dengan sangat terpaksa aku harus membuat janji palsu. Seperti lagu dangdut saja, lagu yang dinyanyikan oleh Ayu Ting Ting, hanya saja aku harus memalsukan tanggal pembayaran uang komite supaya di izinkan untuk terus belajar dalam kelas. itu ceritaku di kelas satu, lain pula ceritanya di kelas XI.

Hampir saja aku berhenti sekolah, masuk bulan ke tiga setelah tahun pelajaran berjalan. Untuk dapat mengikuti pelajaran di kelas XI kami semua siswa harus mendaftar ulang dengan membayar uang komite sebesar satu bulun. Barulah setelah itu kami akan terdaftar pada kelas XI dan akan dimasukkan dalam absen sebagai siswa yang resmi akan mengikuti pembelajaran pada tahun ini. 

Aku fikir dengan masih memberikan janji palsu aku masih bisa mengikuti proses belajar mengajar ternyata salah. Sebelum ulangan tengah semester (UTS) semua siswa harus melunasi uang komite sekolah terlebih dahulu, tentu saja aku tidak bisa lagi memberikan janji palsu untuk melunasi uang komite sekolah.

"Lisa alasan apa yang akan Kamu berikan?" kata bendahara komite. Aku hanya tertunduk lemah saja, apa mau dikata. Aku tidak bisa memaksa ayah untuk membayar uang komite sedangkan untuk makan saja kami harus selalu berpuasa. Puasa senin dan kamis menjadi kewajiban bukan karena kami mengikuti ajaran agama karena adiku yang masih 6 tahun juga harus berpuasa karena penghasilan ayah yang tidak mencukupi untuk makan kami sekeluarga.

Dari SD sampai dengan SMP adikku selalu mendapatkan bantuan beasiswa, tapi sewaktu kelas X, Ayah sudah pernah  datang kesekolah untuk meminta keringanan uang komite sekolah dari jumlah Rp 100 yang harus dibayar Ayah hanya mendapat keringan uang komite sebesar Rp 50.000; Dengan terpaksa Ayah menyetujuinya, karena Ayah sangat berharap Aku harus punya Ijazah SMA.

Ayah selalu berkata, "Lisa harus bisa lulus SMA bagaimanpun caranya. Hanya itu cita - cita Ayah, Aku anak tertua sementara  masih ada 2 adikku yang juga harus sekolah. Aku hanya bisa menenteskan air mata jika mengingat itu. Setiap hari sepulang sekolah aku selalu memberikan les untuk anak - anak tetangga yang membutuhkan pelajaran tambahan.

Untung ada ibu Cahaya yang memberikan bantuan, Ibu Cahaya hanya guru penganti dikala itu. Guru ekonomi kami cuti melahirkan, sosok yang sederhana. Sebelum mengajar, Ibu Cahaya selalu mengingatkan kami bahwa ilmu tidak bisa diterima jika kita tidak menginginkannya. Berikan kebahagian kepada orang tua dengan belajar sungguh - sungguh, semua orang punya kemampuan yang berbeda tapi yang penting kita berusaha untuk belajar. Buat apa dapat nilai 100 kalau hasil mencontek. Itu kata -kata yang selalu diingatkannya.

2 kali aku tidak bisa masuk pelajaran bu Cahaya, karena belum punya uang untuk membayar uang komite. " Assalamualikum," aku mendengar suara dari arah pintu depan rumah. Mak ada yang datang kataku kepada mak. Kami lagi membuat adonan sagu yang akan kami buat laksa untuk dibuat laksa kuah untuk dijual bagi menambah penghasilan untuk dana komite sekolahku. Dengan tangan yang masih penuh dengan tepung sagu aku berlari menuju pintu depan untuk membukannya.

Aku sangat terkejut melihat Bu Cahaya didepan pintu rumahku," Walaikumsalam, Ibu kenapa ada disini," kataku terkejut. Senyum manis yang aku lihat dari bibirnya menghilangan rasa takut, aku takut ketahuan tidak sekolah dengan menulis surat ada urusan keluarga untuk menghindari di minta uang komite oleh bendahara komite.

Ibu kebetulan lagi home visit kerumah iwan, ya sekalian mampir. Katanya mak Lisa pandai sekali membuat laksa kuah." Aku tertegun mendengar penjelasan Bu Cahaya. 

"Tapi kami baru mau buat laksanya bu," jelaskan kepada Ibu Cahaya. Ada pesanan bu, lumayan bisa untuk melunasi uang komite Lisa Bu. Tanpa di tanya aku langsung memberitahukan kepada ibu Cahaya. 

" Alhamdulillah," Aku mendengar kalimat yang keluar dari mulut bu Cahaya. Aku membawa Bu Cahaya ke dapur tempat mak lagi mengadun tepung sagu untuk dijadikan mie laksa. Tanpa basa basi Bu Cahaya duduk bersila didepan mak yang lagi mengadun tepung sagu. 

"Kotor bu, duduk di kursi saj." suara mak menyuruh Bu Cahaya untuk duduk di kursi makan yang ada di dapur. Tapi BU Cahaya santai saja duduk di depan mak.

"Sama saja bu, duduk di kursi atau duduk di lantai." kata Bu Cahaya 

"Saya dengar ibu sedap membuat laksa kuah saya nak pesan Rp 200.000." 

Mak terkejut mendengar perkataan Bu Cahaya," banyakna bu nak buat acara?" Mak malah bertanya kepada Ibu Cahaya.


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Cerita Pendek Mengisi Ramadhan

Tahun sebelumnya setiap hari memposting tulisan tentang mengisi hari di bulan ramadhan dengan hal - hal dilakukan mulai dari subuh hingga ke...