Kamis, 25 November 2021

Cemburu Dengan Waktu

 

Mentari sudah mengusir pagi, gelapnya malam berdatangan bintang menampakan dirinya berharap ada rembulan yang akan mendampinginya mala mini. Aku menatap langit, ada kabut menyelimuti sebentar lagi hujan akan turun, kasian bintang terpaksa sembunyi diperaduan tanpa bisa berjumpa dengan rembulan, helaan napas membuatku merasa sesak yang menyerang di dada. Aldi aku rindu, tapi  malam ini aku tidak bisa menghadirkan wajahmu dalam rembulan karena sebentar lagi hujan turun.

Menyulam rindu dalam asa yang kubangun dengan susah payah, setelah lama aku baru berani mengatakan rindu kepadanya. Langkah Aldi yang meninggalkanku setelah aku tidak bisa menjawab pertanyaannya yang membuat debaran jantungku bagai ombak yang memecah pantai memekakkan teliga.

“Hana, aku mencintaimu.” Ucapaan yang sungguh membuatku mati kutu dan tak bisa berkata – kata.

Aku menangis dalam hati, kata yang mempunyai kekuatan magis yang selalu aku tunggu tapi tidak tepat di ucapkan oleh Aldi.

“Maaf, aku sudah di ta’rup Di.” Tandasku dengan sesak yang menjejal hatiku

“Kapan? Siapa?” Ada nada kecewa berat dari suaranya

“Sepekan yang lalu, ketika Aldi di Batam.” Ujarku lirih, untung saja aku bisa menahan getaran di suaraku.

“Aku terlambat.” Perih mendengar ucapan Aldi.

Aku melihat langkah yang tadi tegap dan percaya diri kini lemah melangkah menjauhiku, aku masih tidak percaya Aldi menyukaiku, ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi takdir seperti mempermainkan kami. Setelah aku di ta’rup dan mengatakan iya, dalam hitungan bulan menunggu ijab Kabul, Aldi mengatakan isi hatinya.

Aku kacau, hatiku hancur tak tahu mau mengadu kepada siapa. Benteng pertahananku rapuh, aku menangis dalam diam, jangan sampai Abi dan Umi tahu, bisa kiamat duniaku.

Flasback On

“Hana, ada yang mau menta’ruf hana.” Usai makan malam umi menyampaikan berita yang membuatku seperti tercekik di leher dengan tali besar, sehingga aku susah bernafas.

“Umi tidak memaksa, tapi umur Hana sudah lebih cukup untuk menikah hana.” Ucapan lembut Umi sungguh menusuk sanubariku.

Aku pasrah, terlalu lama aku sudah menunggu tapi sinyal tidak pernah terkirim dari Aldi bahwa dia menyukaiku.

“Terserah Abi Umi saja, Hana mengikut.” Akhirnya kalimat keramat keluar dari bibirku yang susah payah ku gerakkan.

Senyum teramat manis langsung tersunging di bibir Abi Umi.

“Alhamdulillah.” Ucap umi sambil berjalan kearahku dan memberikan ucapan syukur.

“Ya Allah, Sudut netraku memanas, terpaksa aku membohongi hatiku tapi ini untuk kebahagian Abi Umi.” Batinku melemah.

***

Waktu tak berpihak padaku, setelah aku pasrah dengan pilihan Abi Umi, Aldi datang dengan sejuta harapan yang sudah terlanjur aku kubur. Apakah mungkin aku mengali lagi harapan untuk bersanding dengan Aldi tapi mengubur asa yang sudah terbangun indah buah Abi Umiku. Sungguh semuanya membuat aku resah gelisah dan akhirnya kepala ini berat seakan meledakkan isinya karena pusing yang teramat sangat.

Aku memandang hampa semua yang ada di sekitarku, aku berharap ada yang bisa membantuku keluar dari semua ini. Aku menangisi nasib yang sepertinya mempermaikan hidupku, aku gelisah Aldi kenapa harus sekarang semuanya di ucapkan.

“Hana.” Panggilan Umi membuatku tambah gelisah, bagaimana tidak Umi mengatakan calonku datang ingin berbicara dari hati ke hati sebelum kami menuju pelamina. Apa yang akan aku katakana, aku takut bibirku mengkhianatiku, berkata jujur jika aku tidak bisa melanjutkan semua rencana yang telah dibicarakan. Pasti Abi Umi akan malu, tapi aku bahagia, apakah aku sanggup bahagia di atas semua yang harus dihadapi Abi Umi, batinku menjerit kuat tapi tak satupun mendengarnya.

“Hana, tamunya sudah datang.” Sekali lagi Umi memanggil diriku

Aku melangkah lemah menuju pintu kamar, menekan panelnya, pintu terbuka. Senyum Umi menyambutku, apakah aku sanggup kehilangan senyum ini.

“Ya Allah, apa yang harus aku katakana kepada Muhammad,” batinku, Muhammad adalah calonku.

Sambil mengandeng leganku, Umi mengantar aku ke ruang tamu. Pandanganku menatap ke bawah tidak berani menatap atas, tak sanggup melihat calonku. Ada sesak yang melanda dadaku, apa yang harus aku perbuat. Semakin mendekati ruang tamu aku semakin cemas, jantungku sepertinya mau keluar dari dada, degupnya terlalu kencang aku takut.

“Assalamualaikum.” Suara itu, sungguh aku mendengar suara Aldi, Ya Allah tolong aku, jangan biarkan bibirku mengkhianatiku, aku tidak mau melihat senyum Abi Umi hilang dari bibir mereka karena aku yang menyetujui ta’aruf ini, batinku sedih.

“Hana, jawab salamnya.” Umi berkata setelah melihat aku tidak menjawab salam yang diberikan oleh calonku.

“Wa.” Belum sempurna aku menjawab salam, umi mengangkat wajahku. Mataku menatap tak percaya dengan sosok yang berada di ruang tamu.

“Aldi.” Gugup aku menyebut nama Aldi, dengan pandangan tak percaya aku memandang Umi. Aku memeluk Umi spontan, menyembunyikan rasa yang berkecamuk di dada.

“Malu sama calonnya.” Sana temani calonnya dulu ucap Umi sambil mendorong tubuhku dan berlalu ke dalam meninggalkan kami di ruang tamu.

Aldi berdiri, melihat aku masih berdiri tetap di tempat Umi meninggalkanku. Berjalan menuju arahku, aku gelagapan tak tahu harus berbuat apa. Aldi meraih tanganku, mengajak aku untuk duduk, bagaiman tersihir aku mengikuti apa yang di inginkan Aldi. Kami sudah duduk berhadapan.

“Namaku Muhammad Aldi.” Ucapnya singkat, membuat aku malu. Aku menaruh harapan besar padanya tapi nama panjangnya saja aku tidak tahu, ada setumpuk malu yang sekarang aku rasakannya.

“Aldi mempermainkan Hana.” Singkat hanya kata itu yang terucap dari bibir.

Hanya senyum yang diberikan Aldi, membuatku semakin merutuki diriku yang kenapa tidak mau melihat CV yang menta’rufku, aku merutuki diriku sendiri.

“Hana marah, siapa suruh Rihana tidak melihat CV yang Aldi berikan.” Ucap Aldi, akhirnya senyumku terbit cemburu dengan waktu yang mempermainkan aku.***

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...