Rabu, 24 November 2021

Kembang di Ranting Kering

 

Cinta bisa tumbuh dimana saja, mungkin ini memang adanya. Aku tersenyum dalam duka, tak pernah aku bayangkan semua akan jadi begini. Ku hapus kasar airmata yang tidak pernah aku izinkan untuk keluar, sungguh kurang ajar dia keluar tanpa meminta izin dan pamit dariku dulu. Semua tak seharusnya terjadi tapi kini terjadi sudah. Hanya sesal yang berkepanjangan yang kini aku rasakan.

Jam dinding sudah berdenting sebanyak 12 kali, sebentar lagi subuh menyinsing tapi bayangannya belum juga nampak, jangan bayangannya , untuk menelepon saja susah, cukup sms saja, itupun tidak.

Hatiku mengeras, jika tidakku ingat dia suamiku, surgaku dibawah telapak kakinya mungkin saat ini aku akan menelepon polisi saja, kesal hatiku berkepanjangan.

Sialnya lagi, laki – laki yang bergkelar suami olehku punya kebiasaan jelek bagaimana tidak jelek sudah tahu kerjanya harus pulang malam tapi tidak suka membawa kunci rumah. Sehingga aku harus menunggu kepulangannya yang tidak tentu waktunya, menjengkelkan.

Bunyi mesin mobil sudah terdengar di depan rumah, aku memandang kearah jam dinding sudah pukul 01.30 dini hari, bergegas aku berjalan menuju pintu depan. Menekan kunci pintu mengesernya supaya terbuka kuncinya, setelah itu handel pintu aku tekan untuk membukanya.

Wajah lelah terlihat didepanku, hilang semua rasa marah yang tadi sudah menggunung, pemandangan didepanku sungguh membuat hatiku iba, meraih tangannya mencium mengambil tas kerjanya berjalan seiringan sambil mengandenganya.

“Capek pa? ku lempar senyum manis sambil bertanya kepadanya

“Hmm.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Suamiku menuju kamar kami, aku menuju dapur untuk membuatkan teh hangat. Sesampainya di kamar, aku memandang kearah ranjang kami yang sudah ditidurinya tanpa membuka dulu baju kerjanya. Aku meletakkan teh yang ku bawa di atas meja dikamarku. Berjalan menuju tempat tidur, meraih kaos kaki yang masih terpasang dikakinya. Membuka kemeja kerja dan celana kain yang seharusnya diganti sebelum pergi keperaduan dan bertemu dengan alam mimpi. Aku hanya tersenyum memandangnya, suamiku apakah suami – suami diluar sana sama dengan suamiku, aku batin.

Aku yang tadi resah dan gelisah menunggunya akhirnya hanya bisa menarik napas berat melihat dia tertidur dengan lelapnya tapi memikirkan aku tadi resah memikirkannya.

Aku mengambil posisi disampingnya untuk menyusul kealam mimpi.

***

Azan subuh berkumandang, aku mengeliatkan badan. Mataku perih tapi aku harus bangun. Membuka mataku, pandang pertama yang kucari adalah suamiku. Aku hampir terpekik melihat dia tidak ada ditempatnya. Aku mengitari setiap sudut kamar mencari keberadaannya, tak seperti biasanya, jika pulang dini hari aku harus membangunkannya untuk sholat subuh.

Aku mendengar gemericik air dari kamar mandi, mungkin suamiku yang mandi subuh – subuh begini. Lumayan lama aku menunggu suamiku keluar dari kamar mandi. Panel pintu terbuka, aku melihat suamiku keluar dengan handuk dikalungkan di lehernya, harum badanya tercium membuatku tersenyum.

“Pagi pa mandinya?” tanyaku

“Cepat ambil wudhu kita sholat berjamah.” Serunya kepadaku

Aku cembrut mendengar kata – katanya  yang tidak ada romantis – romantisnya dipagi hari, sambil terbirit aku menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.(Bersambung)

***

 Hari ini tidak seperti biasanya, jam segini biasanya hanya aku yang tinggal di rumah dengan kesibukan sebagai ibu rumah tangga tentunya. Masih setia dengan bantal dan sarungnya, aku tersenyum jaman boleh modern tapi laki – laki yang bergelar suamiku masih suka menggunakan sarung daripada bedcover didinginnya AC, lihat saja dia bergulung bagaikan udang di goreng.

Ada apa dengan lelakiku ini, tidak biasanya dia masih dirumah dijam segini. Aku ingin membangunkannya tapi dengkur halusnya membuaku tidak sampai hati untuk merengut lenanya mungkin saja dia tengah bermimpi jadi orang kaya dalam hidup kami yang serba sederhana.

Aku jadi teringat dengan mobil majikannya yang terpakir indah dihalaman rumah kami yang sempit, tidakkah dia lelakiku akan dimarahi oleh majikannya karena masih dirumah, tapi aku sungguh tidak tega membangunkan tidur nyenyaknya.

***

“Bang…bangun, sudah mau sholat zhuhur.” Dengan tidak tega hatiku membangunkannya.

Satu kali, dua kali, tiga kali aku membangunkannya dengan memanggil saja, terahin sudah terdengar akhirnya dengan terpaksa sekarang tanganku juga ikut mengucang badannya, dan akhir dia lelakiku mengeliatkan badan dan membuka matanya.

“Akhirnya aku bisa bangun dengan perasaan lega.” Ucapnya membuatku tercengang.

“Aku di PHK alias diberhentikan kerja.” Aku tambah terkejut mendengar perkataanya

“Terus kita makan apa?” tanyaku dalam sedih

“Kita punya mobil.” Jawabnya enteng

“Mobil?” tambah bingung aku dibuat lelakiku

‘Iya…kita punya mobil.” Jawabnya lagi

Melihat ekspresiku yang bingung, lelakiku tersenyum dan meminta aku untuk duduk disinggah sana ranjang, duduk disebelahnya.

“Bosku mau pindah keluar negeri, sebagai bonus karena menurutnya Abang pegawai yang setia dan selalu membantu kesusuhannya. Dia menghadiahkan mobilnya untuk dijadikan ojek mobil.” Suamiku menjeda ucapanya dan memandangku sambil menunjukkan ekspresi apakah aku sudah mengerti.

“Gaji selama 1 tahun kedepanpun Abang terima.” Ucapanya membuatku tidak bisa lagi menahan airmata kebahagian. Aku memeluk suamiku, lengan kokoh karena setiap hari memegang stir membalas pelukan memberikan kehangatan yang sama setiap kali dia memelukku.

“Terima kasih membiarkan aku menikmati tidurku hari ini.” Ucapannya menambah volume airmata yang turun membuat aliran sungai di pipiku.

“Terima kasih sudah menjadi istriku dalam susah.” Tambah deras airmataku, sekarang bagaikan air bah mengalir

Semoga hidup kita tidak hanya sebagai ranting saja tapi akan menjadi pohon yang besar. Ini berkat kesetianmu mendampingiku bagikan bunga yang kembang diranting dirimu, Istriku.” Selesai mengucapkan kata yang menurutku seumur kami berumah tangga baru hari ini dia lelaki romantic membuatku tersenyum dalam tangis bahagiaku.***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...