Jumat, 27 November 2020

Awal Deritaku (part 2)

 

Itu 10 tahun yang lalu, sekarang aku manajer pada salah satu perusahaan ternama dikota tempat aku bekerja. Aku merasa biasa saja tapi tatapan dari teman sekantor serta kata mereka aku unik, kekerasan hati tidak sama dengan penampilanku yang sederhana. Di kantor aku terkenal dengan atasan yang dingin, dan disegani.Aku tidak pernah memikirkan apa kata mereka yang berada di sekelilingku selama aku tidak melanggar aturan Agama dan Negara.

Umurku tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi aku masih sendiri. Percakapan dengan Ibu beberapa pekan yang lalu sangat mengusik hatiku.

“ Kapan akan memperkenalkan ibu dengan calonmu, Cahaya? “ Bagaikan godam palu yang besar menghantam kepalaku, aku tidak tahu mau menjawab apa. 10 tahunku hanya ku habiskan untuk bekerja. Kuliah sambil kerja, semua kerja aku lakukan, jika tidak kuliah aku memberikan les kepada anak – anak SMP/SMA yang tidak jauh dari tempat kosku. Dari keluarga mereka aku bisa membayar kos dan keperluan lainya, itu di awal kuliah, menjelang wisuda aku sudah diterima bekerja berkat kerja kerasku. Sekarang aku sudah menikmati hasil kerja kerasku, rumah peninggalan Ayah sudah bisa aku renovasi, digarasi sudah ada mobil yang walaupun tidak baru bisa membawa Ibu berjalan – jalan tanpa harus kena panas dan hujan.

Itu dulu hidup keras harus membanting tulang untuk kuliah dan akhirnya aku bisa menyekolahkan adik – adiku. Aku bukan perempuan yang bilang dibilang jelek, tapi aku juga tidak mengatakan bahwa diriku cantik. Kecantikan relatif menurut mata yang memandang. Tubuh profosional dengan tinggi 160, berkulit kuning langsat cirri khas wanita Indonesia. Blasteran padang dan jawa, tentu bisa membayangkannya. Watak keras yang aku peroleh dari Ayah sementara ibu mengajarkan aku untuk selalu bertata karma adalah cirri khas orang jawa.

Banyak laki – laki yang melirik memandangku, bukan aku tidak tahu itu. Selama kuliah sudah ada beberapa teman laki – laki yang menyatakan suka tapi aku selalu menjawab mau bertanggung jawab untuk kedua adikku maka aku akan terima tapi mereka mundur teratur mendengar penuturanku. Aku hanya memandang mereka dengan senyum sambil berkata dalam hati. Ternyata hanya mencintaiku saja, dan berlalu pergi.

Akhirnya aku melupakan masalah laki -  laki dengan tidak pernah lupa berdoa disetiap sujudku sebagai umat yang beragama, meminta lelaki yang terbaik buat diriku dan keluarga serta bisa membimbingku ke jannah menuju surga bersama.

Hari ini aku seperti diingatkan kembali bahawa aku harus mencari pendamping untuk membuat ibu bahagia, sambil memandang langit cerah dibalik jendela kamarku. Tapi langit dihatiku tidak bisa secerah langit biru diatas sana. Ibu, apa yang harus aku lakukan? Terlalu lama aku sendiri, aku lupa cara untuk bersenda mesra dengan yang namanya lelaki.

Malam ini terasa singkat, aku tidak mau malam ini berakhir, aku tidak mau besok datang dengan cepat. Ibu jangan tanyakan lagi tentang pendamping hidup, aku tak bisa menjawabnya, aku tak merasa memejamkan mata, tapi pagi telah tiba. Azan subuh sudah bergema dengan malas, aku mengerakkan badan menurunkan kaki kelantai dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Berjalan gontai keluar kamar mandi, ternyata air wudhu masih belum mampu menghapus lelah dihati dan fikiranku, tapi aku berdoa semoga ada secercah harapan untuk masa depanku. Memasang niat dan sholat adalah harapan terbesar untuk memecahkan masalah jodoh yang dipertanyakaan ibu. Setelah salam kuucapkan aku menadahkan tangan memohon kehadiratnya untuk masalah yang sedang aku hadapi ini. Galau mau kemana aku menjadi pendamping hidup yang ibu harapkan, satu –satunya lelaki dikantorku sudah beristri, sementara hidupku hanya rumah dan kantor saja. aku bukan tipe yang suka keluyuran tanpa tujuan. Pertanyaan ibu menjadi beban yang sangat menyiksa pikiranku.

Dengan malas aku keluar dari kamar, ingin menghindari ibu bukan hal yang harus aku lakukan, itu malah akan menambah masalah. Ibu, dalam hati aku bermohon semoga ibu lupa dengan permintaannya supaya aku menjadi calon suami dalam waktu dekat ini. “ Cahaya mengapa wajahmu seperti orang tidak tidur, kamu sakit? “ ibu yang mau aku hindari malah berdiri di depan pintu kamarku. Dengan mata besar serta keterkejuataanku karena ibu ada di depan pintu kamarku, dengan spontan aku bertanya. “ Mengapa ibu disini?

“ sudah jam 07, bisanya jam segini cahaya sudah kekantor” karena itu ibu mendatangi kamar cahaya, Ibu fikir kamu sakit.” Ibu menjelaskan alasan mengapa ibu berada di depan pintu kamarku. Ya Allah, sambil melihat jam tangan yang melingkar manis ditanganku, aku menepuk jidatku sambil berkata, “ Mati aku terlambat,” tanpa mengisi perut untuk sarapan aku berlari kegarasi sambil menyambar tangan ibu mencium dan berpamitan kepadanya. Aku masih melihat ibu mengeleng – gelengkan kepala melihat tingkahku. Masih terdengar di teligaku suara ibu mengingatkan aku untuk tidak lupa sarapan setelah sampai di kantor nanti.

Hari ini aku masih bisa mengelak dari pertanyaan ibu, apakah setiap hari aku harus melakukan ini. Fikiranku benar – benar kacau dengan masalah jodoh yang ibu inginkan.(bersambung)

 

***

 

 

Pandangan mata karyawan yang memandangku tidak aku pedulikan, aku tahu mereka pasti bertanya, tumben bu Cahaya terlambat tidak seperti biasanya. Aku melangkah menuju ruanganku tanpa berbasa – basi dengan karyawan yang berpas – pasan denganku. Menghempaskan tubuhku dikursi dalam ruanganku dengan menghembuskan napas dalam. Apa yang harus aku lakukan dengan permintaan jodoh dari Ibu masih terus bermain difikiranku. Ibu, mengapa itu yang harus ibu, mintalah sesuatu yang bisa Cahaya beli dengan uang bukan meminta sesuatu yang tidak bisa Cahaya beli dengan uang.

Cinta, masih adakah kata cinta untuk seorang cahaya yang sudah tidak muda lagi, aku terus bertanya dalam hatiku. Tok tok tok bunyi pintu ruanganku di ketok, dengan gaya khas aku menjawab,” Masuk”. Tia salah satu karyawanku masuk sambil membawa beberapa berkas dan berkata,” Ibu Cahaya hari ini ibu ada rapat dengan klien dari luar kota mereka meningap di hotel. Dan meminta ibu untuk menemui mereka di ballroom hotel tempat mereka menginap.” Aku mendengarkan penjelasan karyawan dan meminta ia meninggalkan berkas yang perlu ku bawa untuk pertemuan setelah itu karyawanku keluar meninggalkanku.

Masih ada waktu 1 jam sebelum pertemuan dengan klein perusahaanku, lebih baik aku sarapan dulu sebelum menemui mereka. Sambil menekan intercom di meja aku meminta office boy memesankan makan di cafeteria kantor yang mengantarnya keruanganku. Nasi lemak sudah habis dipiringku, sambil memandang piring yang kosong aku jadi teringat dengan masa kecil dan remajaku yang selalu menjajakan nasi lemak untuk membantu perekonomian kami sekeluarga, senyum kecutku mengingat itu. Dulu aku membuat dan menjualnya sekarang aku yang menjadi pembeli, begitulah roda kehidupan berputar, aku tidak pernah bosan dengan rasa nasi lemak, aku hanya ingin meringan beban yang menjualnya walaupun rasanya tak seenak yang dibuat oleh Ibu.

Meninggalkan pesan kepada karyawanku, “ JIka ada yang mencari bilang saya lagi keluar rapat dengan klien perusahaan. Berjalan dengan gontai, hari terasa berat. Kapan aku akan mencari jodoh seperti pesan ibu jika aku terus sibuk dengan urusan kantor saja. Tidak mungkin aku aku menemukan pendamping hidup jika perjalanan kantorku hanya rumah dan kantor saja, untuk clubbing aku tidak pernah memasuki dunia itu dan aku tidak suka dengan dunia itu. Apakah aku ikut pengajian saja, mana tahu ada jodohku di sana. Tak terasa aku sudah sampai di depan hotel tempat temu janji dengan klien perusahaan aku, aku harus melupakan sejenak persoalan pribadi, harus professional dalam pekerjaan itu prinsipku.

***

 

 

Sudah sepekan pertanyaan ibu tidak bisa aku jawab, persoalan jodoh bukannya aku tidak mau tapi karena alasan yang mungkin menurut orang lain hanya di buat – buat. Banyak orang yang ditinggal Ayah mereka dan menjadi tulang punggun keluarga masih sempat untuk mencari jodoh mereka. Ada juga yang mengatakan zaman sekarang tidak usaha malu sudah biasa perigi mencari timba. Itu adalah perumpanan di daerahku yang mengatakan untuk perempuan yang mencari pasangan bukan malah sebaliknya. Bukan aku tidak mau tapi sekarang dengan posisi seperti sekarang ini, untuk laki – laki dibawah level ku pasti akan berfikir macam – macam untuk meminangku, semenatara untuk laki – laki yang berada diatas levelku pasti mereka sudah mempunyai istri dan anak.

Akhir dengan terpaksa aku mengikuti perjodohan yang lagi tren sekarang ini, mendaftar pada salah satu biro jodoh dan menunggurpaksa aku mengikuti perjodohan yang lagi tren sekarang ini, mendaftar pada salah satu biro jodoh dan menunggu kabar dari biro jodah jika ada yang ingin kencan buta denganku. Hidupku bagaiman novel – novel akan sekarang yang mencari jodoh dengan perantara biro jodoh. Aku tersenyum miris menangisi hidupku. Dulu aku menangis karena harus mandiri dan jadi kepala keluarga karena di tinggal Ayah karena pulang ke sang yang Khalid, sekarang aku menangis karena harus mencari jodoh karena ingin membahagiakan Ibu.

Sudah 3 bulan berlalu, aku sudah melupakan bahwa aku pernah minta dicarikan jodoh oleh biro jodoh, satu pesan di chat wharsapp sekitar jam 10 pagi aku terima. Foto seorang pria yang mengaku tinggi badanya 175 cm dengan berat badan ideal serta kulit sawo matang ingin berkenalan denganku. Aku hanya tersenyum, benar nggak sich tingginya 175 kalau Cuma foto pasti bisa ngaku – ngaku tinggi tapi kenyataannya belum tentu. Aku hanya membacanya saja, masih jam kantor aku tidak mau di ganggu dengan urusan pribadi. Fikirku.

Pukul 12.15  masuk lagi chat dari nomor yang sama, “ aku tahu anda sudah membaca chat saya, mungkin anda sibuk sehingga tidak membalasnya.” Bunyi chat dari yang mengaku bernama Indra. “ Jika anda sudi, maukah anda makan siang dengan saya hari ini.” Aku tidak menyangka aku akan menerima chat lagi dari Indra yang katanya mendapatkan infomasi tentang diriku dari biro jodoh yang sama tempat dia juga meminta jasa yang sama denganku untuk dicarikan pasangan hidup.

“ Maaf, aku lagi makan siang sekarang ini. Bagaiman kita mencari waktu yang tepat untuk bertemu.” Balasku kepada Indra.

“ Maaf kalau kesannya aku memaksa, ok aku tunggu info dari anda kapan kita bisa bertemu.” Aku tersenyum memandang chat balasan dari Indra.

Aku memandang laptop yang berada di depanku, bukan makanan seperti yang aku jawab pada chat yang aku tulis kepada Indra.

Mengambil handphone mencari nomor biro jodoh, dan menghubunginya. Aku hanya mau memastikan apakah benar ada seseorang yang bernama Indra yang ingin berkenalan denganku.

“ Halo, ada yang bisa kami bantu? Suara dari orang biro jodoh menyambut telephon dariku.

“ Saya Cahaya, hanya ingin memastikan saja. ada seseorang dengan indentitas seperti yang di kirim Indra kepadaku benar ingin berkenalan denganku.” Suara lembut di seberang sana menjawab pertanyaanku dengan mengatakan, Nona tidak mengecek email dari kami, kami sudah mengirim info ini 2 minggu yang lalu.

“ Maaf saya lupa mengecek email saya kataku sambil berterima kasih dengan menutup panggilan telephone.

Aku membuka email dari biro jodoh dan melihat ada pemberitahuan tentang kencan yang seharusnya sudah aku balas 2 minggu yang lalu, tapi aku tidak melakukanya.

Mungkin ini jodoh pikirku, karena seharusnya yang namanya Indra tidak perlu menunggu atau malah mewashsapp aku secara pribadi karena menurut ketentuan wakut untuk kami kencan buta sudah berakhir.(bersambung)

***

2 komentar:

Postingan Terbaru

Gapai Cita dalam (Duka) Cinta

  Adik Abah yang dulu tinggal bersama kami sudah lebih sepuluh tahun merantau sejak menamatkan sekolah menegah atas hari ini duduk di ruang ...