Hampir selesai sudah tugas ekonomi yang diberikan oleh ibu Cahaya, Namaku Lisa kelas XII IPS 3 tahun ini tahun terakhir aku di SMA X. Tak pernah terbayangkan aku akan menyelesaikan sekolah tepat 3 tahun. Kondisi rumah yang tidak kondusif untuk belajar ditambah dengan keuangan keluarga yang tidak mencukupi aku sudah pasrah jika harus putus sekolah itu 1 tahun yang lalu.
Aku
masih ingat benar bagaimana aku beberapa kali di panggil oleh pemungut uang
komite karena keterlambatan membayar uang komite, rasanya mau mati saja jika
bendahara komite sudah memberikan catatan keterlambatan uang komite kepada wali
kelas. Aku tidak tahu mau mengadu kemana, ya akhirnya dengan sangat terpaksa
aku harus membuat janji palsu. Seperti lagu dangdut saja, lagu yang dinyanyikan
oleh Ayu Ting Ting, hanya saja aku harus memalsukan tanggal pembayaran uang
komite supaya di izinkan untuk terus belajar dalam kelas. itu ceritaku di kelas
satu, lain pula ceritanya di kelas XI.
Hampir
saja aku berhenti sekolah, masuk bulan ke tiga setelah tahun pelajaran
berjalan. Untuk dapat mengikuti pelajaran di kelas XI kami semua siswa harus
mendaftar ulang dengan membayar uang komite sebesar satu bulun. Barulah setelah
itu kami akan terdaftar pada kelas XI dan akan dimasukkan dalam absen sebagai
siswa yang resmi akan mengikuti pembelajaran pada tahun ini.
Aku
fikir dengan masih memberikan janji palsu aku masih bisa mengikuti proses
belajar mengajar ternyata salah. Sebelum ulangan tengah semester (UTS) semua siswa
harus melunasi uang komite sekolah terlebih dahulu, tentu saja aku tidak bisa
lagi memberikan janji palsu untuk melunasi uang komite sekolah.
"Lisa alasan apa yang akan Kamu berikan?" kata bendahara komite. Aku hanya tertunduk lemah saja, apa mau dikata. Aku tidak bisa memaksa ayah untuk membayar uang komite sedangkan untuk makan saja kami harus selalu berpuasa. Puasa senin dan kamis menjadi kewajiban bukan karena kami mengikuti ajaran agama karena adiku yang masih 6 tahun juga harus berpuasa karena penghasilan ayah yang tidak mencukupi untuk makan kami sekeluarga.
Dari SD sampai dengan SMP aku selalu mendapatkan bantuan beasiswa, tapi sewaktu kelas X, Ayah sudah pernah datang kesekolah untuk meminta keringanan uang komite sekolah dari jumlah Rp 100 yang harus dibayar Ayah hanya mendapat keringan uang komite sebesar Rp 50.000; Dengan terpaksa Ayah menyetujuinya, karena Ayah sangat berharap Aku harus punya Ijazah SMA.
Ayah
selalu berkata, "Lisa harus bisa lulus SMA bagaimanpun caranya. Hanya itu
cita - cita Ayah, Aku anak tertua sementara masih ada 2 adikku yang juga
harus sekolah. Aku hanya bisa menenteskan air mata jika mengingat itu. Setiap
hari sepulang sekolah aku selalu memberikan les untuk anak - anak tetangga yang
membutuhkan pelajaran tambahan.
Untung
ada ibu Cahaya yang memberikan bantuan, Ibu Cahaya hanya guru penganti dikala
itu. Guru ekonomi kami cuti melahirkan, sosok yang sederhana. Sebelum mengajar,
Ibu Cahaya selalu mengingatkan kami bahwa ilmu tidak bisa diterima jika kita
tidak menginginkannya. Berikan kebahagian kepada orang tua dengan belajar
sungguh - sungguh, semua orang punya kemampuan yang berbeda tapi yang penting
kita berusaha untuk belajar. Buat apa dapat nilai 100 kalau hasil mencontek.
Itu kata -kata yang selalu diingatkannya.
2
kali aku tidak bisa masuk pelajaran bu Cahaya, karena belum punya uang untuk
membayar uang komite. " Assalamualikum," aku mendengar suara dari
arah pintu depan rumah. Mak ada yang datang kataku kepada mak. Kami lagi
membuat adonan sagu yang akan kami buat laksa untuk dibuat laksa kuah untuk
dijual bagi menambah penghasilan untuk dana komite sekolahku. Dengan tangan
yang masih penuh dengan tepung sagu aku berlari menuju pintu depan untuk
membukannya.
Aku
sangat terkejut melihat Bu Cahaya didepan pintu rumahku," Walaikumsalam,
Ibu kenapa ada disini," kataku terkejut. Senyum manis yang aku lihat dari
bibirnya menghilangan rasa takut, aku takut ketahuan tidak sekolah dengan
menulis surat ada urusan keluarga untuk menghindari di minta uang komite oleh
bendahara komite.
Ibu
kebetulan lagi home visit kerumah iwan, ya sekalian mampir. Katanya mak Lisa
pandai sekali membuat laksa kuah." Aku tertegun mendengar penjelasan Bu
Cahaya.
"Tapi
kami baru mau buat laksanya bu," jelaskan kepada Ibu Cahaya. Ada pesanan
bu, lumayan bisa untuk melunasi uang komite Lisa Bu. Tanpa di tanya aku
langsung memberitahukan kepada ibu Cahaya.
"
Alhamdulillah," Aku mendengar kalimat yang keluar dari mulut bu Cahaya.
Aku membawa Bu Cahaya ke dapur tempat mak lagi mengadun tepung sagu untuk
dijadikan mie laksa. Tanpa basa basi Bu Cahaya duduk bersila didepan mak yang
lagi mengadun tepung sagu.
"Kotor
bu, duduk di kursi saj." suara mak menyuruh Bu Cahaya untuk duduk di kursi
makan yang ada di dapur. Tapi BU Cahaya santai saja duduk di depan mak.
"Sama
saja bu, duduk di kursi atau duduk di lantai." kata Bu Cahaya
"Saya
dengar ibu sedap membuat laksa kuah saya nak pesan Rp 200.000."
Mak terkejut mendengar perkataan Bu Cahaya," banyakna bu nak buat acara?" Mak malah bertanya kepada Ibu Cahaya.
“
Ada kumpul keluarga, sekali – sekali dihidangkan laksa kuah biar ada variasi
bu.” Jawaban Bu Cahaya bagaikan air wudhu yang membahasi muka memberikan
kesegaran yang menyentuh hati nurani yang paling dalam.
Mak
dan aku langsung mengucapkan terima kasih kepada Allah atas rezeki pesanan yang
tidak terduga ini. Mak langsung bercerita bagaimana 2 hari ini mak dan aku
membuat laksa pesanan orang agar dapat melunasi uang komite yang sudah
tertunggak beberapa bulan. Seakan baru tersadar, mak langsung berkata “ Maaf
bu, saya yang menyuruh Lisa membuat surat sakit kesekolah, tak mungkin saya
memberitahu pihak sekolah Lisa membantu saya membuat laksa untuk melunasi uang
komitenya. Tapi saya sudah berpesan kepada Lisa untuk bertanya kepada kawan –
kawan satu kelasnya supaya tidak tertinggal mata pelajaran di sekolah.
Sampai
beberapa kali mak meminta maaf kepada Ibu Cahaya atas ketidak hadiran aku di
sekolah. Tapi Ibu Cahaya seperti tidak mempermasalahkannya, malah Ibu Cahaya
sibuk belajar bagaimana cara membuat laksa dari tepung sagu, aku melihat bu
cahaya mengeluarkan pena dan buku catatan kecil dari tasnya mencatat bumbu –
bumbu yang dibutuhkan untuk membuat kuah laksa. Setelah siap mencatat bumbu –
bumbu sebelum pamit pulang aku mendengar bu Cahaya berkata kepada Mak.
“
Bu, jika Lisa ada kesulitan pembayaran uang komite suruh saja Lisa menyumpai
saya, Saya bayarkan dulu, jangan sampai Lisa tidak masuk sekolah seperti
sekarang ini. Atau ibu buat Laksa suruh Lisa bawa kesekolah nanti saya titipkan
di kantin sekolah, ibu maukan? Mak terdiam dan akhirnya mengangguk dan
mengiyakan permintaan bu Cahaya.
Sejak
hari itu, mak membuat laksa kuah yang dititipkan di kantin sekolah, uang komite
tidak lagi menjadi masalah untuk aku lagi. Sekali – sekali Mak juga menitipkan
satu porsi laksa kuah buat bu Cahaya. Selalu ada rezeki buat kami sekeluarga
dari bu Cahaya ada saja pesanan laksa kuah dalam pesanan yang banyak menurut
mak.
Hari
ini, sambil memandang buku akuntansi aku bersyukur sekali karena hari ini bu
Cahaya memberikan tugas untuk membuat pembukuan keuangan keluarga selama satu
minggu. Kata bu Cahaya ini merupakan latihan kecil mengelola keuangan
perusahaan, mencatat keuangan yang masuk dan keuangan yang keluar.
Ilmu
akuntansi bukan hanya untuk perusahaan saja tapi dapat digunakan dalam
kehidupan sehari – hari. Dengan membuat pembukuan keuangan keluarga kita bisa
memastikan uang yang kita gunakan sehari – hari sudah tepat pada keuangan yang
kita terima maka kita tidak akan menjadi konsumen yang konsumtif yang
mengeluarkan uang tidak pada tempatnya.
Terima
kasih Bu Cahaya atas ilmu yang diberikan, aku masih mengingat pesan Bu Cahaya
ilmu akan mudah kita pelajari jika kita menginginkannya serta berbakti kepada
orang tua sehingga ilmu kita menjadi berkah. Semoga Aku bisa lulus dengan nilai
yang memuaskan, terima kasih Bu Cahaya atas pencerahan kepada hidup Lisa.
Tetaplah seperti cahaya bulan yang menerangi hidup lisa. (AZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar