Selasa, 18 Agustus 2020

Gado - Gado Namanya

Tinggal di Sumatera bukan berarti saya suka dengan semua makanan khasnya, itulah saya. Nasi padang menjadi kegemaran buat kebanyakan orang, bukan hanya orang padang yang suka dengan nasi padang orang yang bukan orang padang juga suka. Tapi saya yang notabene orang sumatera tidak menyukainya, jika tidak terdesak sekali, alias ada makanan lain yang bisa saya makan, maka nasi padang menjadi alternatif terakhir untuk dimakan.

Ada satu makanan yang paling saya suka, yaitu semua makan yang ada kacang tanahnya sebagai bumbu. Sebut saja lotek, karedok, pecel, dan yang terakhir ya namanya gado - gado. Mau di bilang hamil, kayak tidak mungkin lagi, sudah punya 3 cucu. Tapi inilah yang terjadi, hari ini sudah menjadi rutinitas jika rapat bulanan maka  makan siangnya pasti nasi padang. 

Menerima nasi padang tapi yang langsung terlintas di ingatan adalah enaknya jika siang ini makan gado - gado pasti makyus. Ya ada satu gado -gado yang tidak bisa lepas dari ingatan gado - gadonya pak Bujang. Bukan karena orangnya yang menjualnya berstatus bujang alias perjaka tapi nama yang menjualnya adalah "Bujang".

Jangan aneh, di daerah tempat asal kelahiran saya orang tua lebih suka memberikan nama - nama yang mudah diingat seperti bujang, atan, ali untuk nama anak laki - laki, sementara anak perempuan diberi nama fatimah, minah. Mungkin nama - nama ini aneh untuk orang di luar daerah tempat tinggal saya.

Ya,gado - gado pak Bujang sangat terkenal sewaktu saya kecil. sehingga orang satu kecamatan jika menyebut nama pak Bujang pasti akan langsung teringat dengan gado - gadonya. Bahan - bahanya hampir sama dengan bahan gado - gado dari jawa hanya saja sedikit pedas. Rasa pedas inilah yang sebenarnya sangat mengundang selera. 

Ah, seandainya siang ini bisa makan gado - gado pak Bujang pasti akan nikmat. Rupanya rasa gado - gado pak Bujang tetap mengoda ingatan saya, akhirnya setelah pulang dari sekolah saya mengajak suami untuk membeli gado - gado pak Bujang. Sambil membeli suami sempat mengusik saya dengan berkata " seperti orang gidam saja," saya hanya tersenyum mendengar ucapan suami. 

Sebenarnya bukan pak Bujang lagi yang menjual gado - gadonya, tapi anaknya. Pak bujang sudah beberapa tahun yang lalu meninggal dunia tapi rasa gado - gadonya masih tetap sama. Mungkin inilah yang perlu di lestarikan oleh penjual makanan mencari penerus dari makanan yang sudah terkenal namanya. Gado - gado pak Bujang mungkin bisa menjadi trendmark untuk makanan ditempat saya karena sampai sekarang walaupun yang menjual bukan dirinya lagi masih disebut gado - gado pak Bujang. (AZ)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Terbaru

Membuka Minda dengan Mengikuti Sinkronisasi Pemetaan Pendidik

 Undangan dari chat WA dari Ka. TU Ibu Melda Ponggoh untuk mengikuti sinkronisasi Perhitungan dan Pemetaan Pendidik pada Jenjang Menengah da...